Wednesday, February 20, 2013

BAB IV | SKRIPSI | ABDUS SOMAD | 108053000021 | EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010-2011


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.           Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (PIHI) Tahun 2010
Pada tahun 2010, kuota haji Indonesia mencapai 221.000 orang dengan pembagian PIH reguler sebanyak 197.500 orang dan PIH khusus sebanyak 23.500 orang. Adapun jumlah kuota yang terserap sebanyak total 220.041 orang dengan perincian PIH reguler sebanyak 196.606 orang dan PIH khusus sebanyak 23.435 orang,dengan demikian jumlah calon jamaah yang batal berangkat sebanyak 959 orang yang diakibatkan oleh beberapa sebab seperti sakit, meninggal dunia, menunda keberangkatan karena muhrimnya wafat dan lain-lain.[1]
Pada tahun 2010 pemerintah selaku pelaksana PIH menggunakan jasa armada udara dari Garuda Indonesia dan Saudi Arabia Airlines sebagai transportasi embarkasi. Untuk penyewaan pemondokan di Arab Saudi, Dirjen PHU membentuk Tim Penyewaan Perumahan dan Pengadaan Katering Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi tahun 1430H/2009M melalui SK Dirjen PHU No. D/29 Tahun 2010. Tim berjumlah 11 orang yang terdiri dari unsur Ditjen PHU, Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, dan KJRI Jeddah. Pembentukan tim dilakukan lebih dini untuk mengantisipasi kesulitan memperoleh pemondokan seperti yang dialami tahun sebelumnya.[2]
Setibanya di tanah suci, seluruh jemaah haji memperoleh akomodasi selama berada di Makkah, dan ditempatkan di pemondokan sebanyak 380 gedung/rumah dengan total kapasitas 202.148 orang, termasuk untuk keperluan ruang pelayanan Kloter, ruang kantor sektor dan BPHI Sektor, selisih distribusi per maktab, dan cadangan sebesar 1% dari total jumlah jemaah haji.
Penempatan jemaah di Makkah mengacu kepada hasil Qur'ah Maktab yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 s.d. 29 September 2010. Pengendali dan pelaksana penempatan jemaah di pemondokan dilakukan oleh 11 sektor, pelaksanaannya berkoordinasi dengan 71 Maktab, masing-masing Maktab melayani 2.750 – 3.000 jemaah haji. Sedangkan untuk pelayanan akomodasi jemaah haji di Madinah dilakukan oleh 13 Majmuah untuk 494 Kloter, jumlah jemaah sebanyak 198.192. Penempatan jemaah di wilayah Markaziyah sebanyak 467 Kloter, jumlah jemaah 187.272 (94,49%), dan di wilayah Non Markaziyah sebanyak 27 Kloter, jumlah jemaah 10.920 (5.51%). Sementara untuk penyediaan tempat untuk jamaah transit pada saat kepulangan jemaah haji melalui Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA) Jeddah ditempatkan di hotel transit, dengan layanan tiga kali makan, pengangkutan bagasi, transportasi ke bandara dan city tour.
Hal selanjutnya adalah mengenai keamanan dan kenyamanan untuk jamaah haji Indonesia selama PIH berlangsung, mengingat sering terjadinya penipuan, pencopetan, kehilangan uang dan barang berharga, Pemerintah menyewa pemondokan yang memiliki safety box dan memberikan santunan kehilangan. Di samping itu, Pemerintah menempatkan petugas Polri yang memiliki latar belakang Reskrim dibantu TNI melakukan patroli keliling, Mereka ini tidak menggunakan seragam petugas.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan keamanan bagi jemaah haji telah direkrut petugas keamanan sebanyak 30 orang dari unsur TNI/Polri yang memiliki latar belakang kemampuan di bidang Reskrim untuk memudahkan koordinasi dengan pihak Arab Saudi.
Selanjutnya mengenai pelayanan katering dan kesehatan jamaah haji Indonesia adalah antara lain jemaah haji mendapat pelayanan katering pada saat kedatangan dan kepulangan di Bandara KAIA masing-masing 1 boks, di pemondokan Madinah sebanyak 18 boks, Arafah 4 kali, Muzdalifah 1 boks makanan ringan, Mina 11 kali dan di hotel transito Jeddah 3 kali. Secara umum pelayanan katering dapat berjalan dengan baik, meskipun demikian terdapat beberapa kendala khususnya di Madinah dan Arafah Mina.[3]
Untuk penyiagaan penanganan kesehatan, pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan RI menyiapkan BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) baru di Madinah dan pada tahun sebelumnya menyiapkan BPHI di Makkah yang setara dengan Rumah Sakit Tipe C.
Tenaga Kesehatan yang menyertai jemaah haji dikloter berjumlah 3 orang (1 dokter dan 2 para medis). Untuk tenaga kesehatan di PPIH berjumlah 306 orang yang terdiri dari tenaga dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, para medis, sanitarian & surveilans serta penunjang medis.[4]
B.            Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (PIHI) Tahun 2011
1.        Kuota Haji 2011
Pada tahun 2011, kuota haji Indonesia yang ditetapkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Menteri Agama dengan Menteri Haji Saudi Arabia yang dilaksanakan pada bulan April 2011 di Jeddah adalah berjumlah sebanyak 211.000 jamaah dengan perhitungan yang sama yakni menggunakan rumus 1/1000 (satu permil) dari penduduk Muslim,dan sudah termasuk petugas daerah (TPHD dan TKHD).[5] Kemudian pemerintah Indonesia melakukan permohonan kepada pemerintah Arab Saudi terkait penambahan kuota secara tidak tetap sejumlah 10.000 jamaah,sehingga total kuota menjadi 221.000 jamaah Namun karena beberapa sebab seperti meninggal dunia, sakit, dinas, penundaan paspor dan visa dan lainnya,jumlah jamaah haji Indonesia pada tahun 2011 menjadi 202.343 jamaah haji yang terdiri dari 199.848 jamaah dan 2495 petugas haji.[6]
Jumlah 202.343 jamaah haji Indonesia ini berasal dari berbagai profesi, usia dan jenjang pendidikan, seperti yang tertera dalam tebel-tabel berikut:
No.
Pekerjaan
Jumlah
Prosentase
1
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
38.563
19,06%
2
TNI/POLRI
1.785
0,88%
3
Pedagang
14.287
7,06%
4
Petani
28.013
13,84%
5
Ibu Rumah Tangga
44.523
28,48%
6
Pegawai Swasta
57.625
22,00%
7
Pelajar/Mahasiswa
1.909
0,94%
8
Pegawai BUMN/BUMD
4.155
2,05%
9
Lain-lain (Wirausaha,  Buruh)
11.483
5,68%

Total
202.343
100%
Tabel 1. Berdasarkan jenis pekerjaan/profesi (termasuk petugas kloter)

No.
Pendidikan
Jumlah
Prosentase
1
Sekolah Dasar
73.014
36,08%
2
Sekolah Menengah Pertama
25.802
12,39%
3
Sekolah Menengah Atas
49.210
24,32%
4
Sarjana Muda
14.827
7,32%
5
S1
33.658
16,63%
6
S2
6.021
2,97%
7
S3
432
0,21%
8
Lain-lain (D4, D3, D2, D1)
99
0,04%

Total
202.343
100%
Tabel 2. Berdasarkan jenjang pendidikan (termasuk petugas kloter)

No.
Usia
Jumlah
Prosentase
1
0 – 10
0
0%
2
11 – 20
579
0,29%
3
21 – 30
5.725
2,83%
4
31 – 40
26.653
13,17%
5
41 – 50
57.884
28,61%
6
51 – 60
63.240
31,25%
7
61 – 70
34.063
16,83%
8
71 – 80
11.460
5,66%
9
81 – 90
2.625
1,30%
10
>90
114
0,06%

Total
202.343
100%
Tabel 3. Berdasarkan usia (termasuk petugas kloter)
2.        Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Udara
Pada proses pemberangkatan (embarkasi), 202.343 jumlah jamaah yang terbagi menjadi 503 kloter,sebagian besar tepat waktu dan sebagian kecilnya terlambat kurang dan lebih dari 4 jam dengan rincian on time performance (OTP) 445 kloter tiba cepat dan tepat waktu, 46 terlambat kurang dari 4 jam dan 12 kloter terlambat lebih dari 4 jam. Proses embarkasi menggunakan jasa 2 pihak maskapai penerbangan,yakni PT. Garuda Airlines dengan kontrak kerja Nomor: Dt.VII.II/4/Hj.00/7125/2011 dan Nomor: DS/PERJ/D2-3358/2011 tanggal 13 September 2011,ditetapkan bahwa PT. Garuda Airlines mengangkut jamaah haji yang berasal dari embarkasi Banda Aceh, Palembang, Solo, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Jakarta (khusus Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Lampung). Dan Saudi Arabia Airlines dengan kontrak kerja Nomor: Dt.VII.II/4/Hj.00/7126/2011 dan Nomor: 11173227/115-158/SET/11 tanggal 13 September 2011 ditetapkan bahwa Saudi Arabia Airlines mengangkut jamaah haji embarkasi dari Batam, Jakarta (khusus Provinsi Jawa Barat) dan Surabaya.[7]
3.        Pemondokan
Mengenai spesifikasi pemondokan,Ditjen PHU membentuk Tim Penyewaan Perumahan dan Pengadaan Katering Jamaah Haji Indonesia (TP3KJHI) melalui SK Dirjen PHU No. D/8 Tahun 2011. Tim tersebut berjumlah 19 orang yang terdiri dari unsur Ditjen PHU, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan dan KJRI Jeddah. Pelaksanaan tugas tersebut berdasarkan Peraturan Dirjen PHU No. D/3tahun 2011 tentang Pedoman Penyewaan dan Pengadaan Katering Jamaah Haji Indonesia. Total jumlah rumah yang disewa untuk penempatan di kota Makkah pada tahun 2011 berjumlah 338 rumah pemondokan dengan total kapasitas 210.868 jamaah,namun pada pelaksanaannya menjadi 322 rumah sewa dengan total kapasitas 205.350 jamaah. Pengurangan ini diakibatkan karena pembatalan oleh pemilik sejumlah 9 rumah dengan kapasitas 3486 jamaah. Jumlah 322 rumah sudah termasuk 7 rumah cadangan dengan kapasitas 2002 jamaah. Sedangkan untuk penempatan di kota Madinah,semua jamaah tertampung di wilayah Markaziyah[8] dengan total kapasitas 201.000 jamaah,mengalami peningkatan 5,51% dari tahun 2010 dengan jumlah 94,49% di wilayah Markaziyah dan 5,51% masih di wilayah Non-Markaziyah.
Untuk hotel transit di Jeddah dengan layanan tiga kali makan, pengangkutan barang, transportasi ke bandara dan city tour menggunakan penyewaan hotal sebanyak 11 hotel bintang 4 atau yang setara bintang 4 dengan total jamaah 151.894.
4.        Katering Haji
Untuk penanganan katering, Ditjen PHU melakukan kerja sama dengan 18 perusahaan dengan total kapasitas 201.979 selama di Armina (Arafah dan Mina). Pada fase I (kedatangan) disediakan 1 box katering dan didistribusikan kepada jamaah saat didalam bis dan pada fase II diberikan saat di bandara di Jeddah dengan menggunakan penutup kertas milky board yang diatasnya tertulis batas akhir waktu konsumsi dan tanggal produksi makanan. Kemudian untuk di Madinah, Ditjen PHU melakukan kerja sama dengan 15 perusahaan katering dengan jumlah kapasitas 194.000 jamaah.[9]
5.    Transportasi Darat (Armada Bis)
Kemudian terkait transportasi darat selama di tanah suci,disediakan 58 armada bis untuk mengangkut jamaah haji Indonesia menuju Masjidil Haram yang tinggal di pemondokan dengan jarak di atas 2000 meter. Penyediaan armada bis disediakan oleh perusahaan SAPTCO yang telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia.[10]
6.        Kesehatan Jamaah Haji
Terkait aspek kesehatan, Ditjen PHU menyediakan Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Makkah dan Rumah Sakit Tipe C di Madinah dengan total daya tampung 200 pasien dan dilengkapi 28 armada ambulans. Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) tahun 2011 berjumlah 1.497 yang menyertai jamaah dan di PPIH berjumlah 306 yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, paramedis, sanitarian, surveilans dan penunjang medik. Pada tahun 2011, jamaah haji yang meninggal tercatat mencapai 537 orang yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti infeksi dan gangguan pernafasan, organ pembuluh darah, sistem saraf, sistem sirkulasi, pencernaan, stroke dan lainnya. Sedangkan untuk jamaah yang sakit hingga proses debarkasi kloter terakhir, tercatat ada 45 orang yang ditunda pemulangannya hingga kondisinya pulih dan dipulangkan secara bertahap.

7.        Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji
Pada musim haji tahun 2011,juga masih terdapat beberapa kasus terkait keamanan dan perlindungan jamaah haji Indonesia,seperti yang terjadi adalah pencopetan, jamaah yang lupa, penipuan dan lain-lain. Kejadian ini terjadi di beberapa tempat seperti masjid dan di pemondokan. Untuk di pemondokan,penyedia rumah juga telah menyediakan safety box untuk menyimpan barang-barang berharga,juga setiap rumah sudah dijaga oleh petugas keamanan,namun jumlahnya yang masih belum mencukupi. Penggunaan safety box pun juga masih diacuhkan oleh sebagian kecil jamaah. Namun sebagai gantinya,pemilik rumah melakukan penggantian untuk barang yang hilang,baik itu di Makkah maupun di Madinah.  Adapun terkait jumlah kasus yang disebabkan oleh pencopetan,lupa,penipuan dan sebab lainnya, mencapai total 78 kasus dengan total kerugian Rp. 338.698.500,- dan SR 62.178 serta 31 barang yang hilang.[11]
8.        Pemulangan (Debarkasi)
Pada proses akhir dalam PIH adalah pemulangan (debarkasi),dari tahun ke tahun selalu ada sedikit kasus tentang keterlambatan dan jamaah yang tertunda debarkasinya. Hal itu tentunya disebabkan keterlambatan teknis dari pihak maskapai,sehingga menyebabkan jamaah haji Indonesia menjadi terlantar berjam-jam lamanya. Pada tahun 2011 lalu, keterlambatan debarkasi menyebabkan masih banyaknya kloter yang tiba kembali di Indonesia. Dari 503 kloter,terdapat 298 kloter yang mencapai target OTP atau sebesar 54,50%. Sebagian besarnya lagi atau 205 masih terlambat dengan rincian 160 kloter terlambat kurang dari 4 jam,dan 45 kloter lainnya terlambat lebih dari 4 jam. Sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pihak maskapai dengan Ditjen PHU bahwa keterlambatan baik itu pada embarkasi maupun debarkasi yang lebih dari 4 jam akan disediakan konsumsi atau makanan ringan untuk jamaah haji Indonesia,dan jika lebih dari 6 jam kemungkinan besar harus disediakan penginapan untuk menunda kepulangan jamaah haji Indonesia di keesokan harinya.
C.           Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011
Dalam setiap kegiatan baik itu berskala besar maupun berskala kecil,ada beberapa aspek yang patut dilakukan agar kegiatan itu terlaksana dengan hasil yang memuaskan,tak terkecuali dalam proses penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah Indonesia,yang dalam hal ini dipertanggung jawabkan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Beberapa aspek tersebut tak lain adalah dalam hal terkait perencanaan (planning), perngorganisasian, pelaksanaan, pengwasan, analisis data temuan, dan evaluasi dari kesemua proses pelaksanaan kegiatan tersebut. Perencanaan (planning) adalah proses penyusunan rencana strategis untuk sebuah kegiatan guna mencapai tujuan bersama. Pengorganisasian (organizing) adalah proses penyusunan struktur kerja sesuai dengan kemampuan setiap pelaku kerja. Pelaksanaan (actuating) adalah aplikasi dari proses perencanaan dan pengorganisasian sebagai langkah konkrit mencapai tujuan bersama. Pengawasan (controlling) adalah proses pemantauan kerja dalam melaksanakan ketiga aspek sebelumnyam; perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan untuk menghasilkan sebuah rangkuman akhir kegiatan untuk di evaluasi bersama. Keempat hal tersebut adalah salah satu faktor utama dalam proses mengelola sebuah lembaga atau organisasi selama membuat sebuah kegiatan,namun keempat hal tersebut juga bisa diselingi dengan sebuah analisis SWOT yang berfungsi untuk melacak kelebihan, kelemahan, peluang dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar terkait pengembangan sebuah lembaga atau organisasi.
Hal yang menjadi inti pembahasan adalah mengenai aspek pelaksanaan (actuating) yang merupakan fungsi ketiga dari empat fungsi manajemen. Pelaksanaan atau sering juga disebut penyelenggaraan adalah proses realisasi dari hasil perencanaan dan pengorganisasian yang menghasilkan sesuatu yang konkrit dan bisa diawasi serta di evaluasi.
Pada fungsi ini, penyelenggaraan ibadah haji tentunya juga dilaksanakan oleh Dirjen PHU dengan membagi beberapa unit kerja yang telah disebutkan di atas sesuai dengan fungsinya. Pelaksanaan ibadah haji Indonesia di tahun 2011 dirasa telah memberikan pelayanan yang optimal untuk jamaah haji Indonesia yang tentunya dengan beberapa kasus yang menimpa jamaah,seperti perampokan,ratusan kasus kematian,kendala transportasi dan lainnya seperti yang telah tertulis di atas. Namun secara keseluruhan, hal-hal tersebut adalah yang lazim terjadi pada PIH di setiap tahunnya dan dibuat standar baru untuk tahun berikutnya sesuai dengan kejadian yang ada di musim haji yang sedang berlangsung.
Langkah  terakhir dalam sebuah pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi. Evaluasi adalah aktifitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses keseluruhan organisasi sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.[12]
Dalam penyelenggaraan ibadah haji kegiatan pengawasan dan evaluasi secara umum tentunya dilakukan oleh pemerintah pusat, khususnya Ditjen PHU selaku badan pelaksana. Namun tidak hanya Ditjen PHU, semua aspek juga diawasi oleh instansi pemerintahan yang memiliki keterkaitan disetiap bidangnya. Secara teknis PIH juga diawasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI, untuk aspek kesehatan dan kelayakan katering jamaah haji diawasi secara langsung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kelayakan transportasi mulai dari armada pesawat hingga armada bus selama di tanah suci diawasi secara langsung oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, keamanan jamaah haji Indonesia diawasi langsung oleh sejumlah anggota dari bidang pertahanan militer yang diberangkatkan juga ke tanah suci untuk mengawasi dan menjaga stabilitas keamanan jiwa raga jamaah haji Indonesia dan juga berbagai aspek lainnya yang juga diawasi secara langsung oleh berbagai instansi pemerintahan untuk dilaporkan langsung kepada Ditjen PHU,tak terkecuali terkait penggunaan dana yang akan diawasi langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan secara non-teknis, seperti hasil laporan keuangan akan diaudit langsung oleh BPK RI sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen PHU selaku pelaksana kepada pemerintah pusat[13].
Adapun langkah-langkah evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PHU untuk PIH tahun 2010 dan 2011 antara lain sesuai dengan langkah-langkah yang sudah umum, yakni yang pertama adalah menentukan hal-hal yang akan di evaluasi untuk semua aspeknya dengan melakukan pengamatan langsung pada tiap aspek yang dilakukan oleh petugas haji yang nantinya laporan tersebut akan dikumpulkan menjadi satu laporan umum untuk di kaji dan di bahas lebih lanjut. Kedua adalah menentukan batasan-batasan evaluasi, yakni membatasi bahwa yang akan di evaluasi hanyalah aspek-aspek dalam PIH dan tidak termasuk hal-hal selain aspek-aspek tersebut agar laporan yang dihasilkan menjadi jelas dan teratur untuk di kaji lebih lanjut. Ketiga adalah merancang desain atau metode evaluasi, Ditjen PHU menggunakan rancangan desain dengan menggunakan metode studi kasus atau pengamatan langsung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Keempat adalah menyusun rencana pelaksanaan, mulai dari rencana PIH secara umum hingga rencana untuk melakukan pengamatan dengan tanpa mengganggu proses PIH yang sedang berlangsung. Kelima adalah melakukan pengamatan dan analisis semua prosesi PIH sejak masih di tanah air hingga di tanah suci dan kembali lagi ke tanah air,mengumpulkan semua permasalahan dan persoalan yang terjadi selama PIH dan menyatukannya menjadi satu laporan yang akan dilaporkan nantinya kepada pemerintah (Komisi VIII DPR RI). Langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat kesimpulan sebagai laporan akhir yang nantinya akan dijadikan standar baru untuk PIH di tahun-tahun berikutnya.
Menyambung kepada laopran evaluasi teknis, tak diragukan lagi bahwa media massa turut mengambil peran penting selama proses PIH untuk melaporkan berita-berita terkini kepada instansinya dan akan dipublikasikan ke seluruh pelosok nusantara, baik itu media cetak maupun media online, dan juga baik itu dari  media nasional maupun media internasional. Secara tidak langsung, setiap perusahaan media massa di Indonesia juga mengirim utusan wartawannya untuk meliput berbagai kegiatan yang sedang berlangsung selama proses PIH. Sehingga wartawan pun langsung melaporkan kepada kantor media massa untuk segera diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat umum, menjadikannya secara tak langsung peran media massa di tanah suci juga diperhitungkan sebagai bahan evaluasi oleh Ditjen PHU dan instansi pemerintahan lainnya untuk segera ditangani dengan baik dan optimal serta dijadikan bahan evaluasi untuk menciptakan PIH yang lebih ideal di tahun berikutnya.[14]
Pada tahun 2011 juga terbentuk Media Center Haji (MCH) yang merupakan sumber utama informasi dan pemberitaan operasional PIH baik di Jeddah, Makkah maupun di Madinah. MCH dikelola oleh Assisten Koordinator Bidang Penerangan (Askorbid Penerangan) yang secara teknis dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan Informasi dan MCH yang memiliki koordinator peliputan di Kantor Misi Haji Indonesia, Daerah Kerja (Daker) Jeddah, Daker Makkah dan Daker Madinah. Sistem kerja MCH adalah mengumpulkan hasil liputan dari berbagai unsur media cetak maupun elektronik untuk kemudian diunggah kepada editor melalui situs http://haji.kemenag.go.id/ sehingga laporan bersifat orisinil.[15]
Untuk bentuk penanganan dari berbagai macam kendala dalam aspek-aspek yang ada dalam PIH, Ditjen PHU sendiri sebenarnya telah menetapkan standar pelaksanaan ibadah haji ideal yang berbeda di setiap tahunnya tergantung dari hasil temuan selama proses PIH di tahun sebelumnya.
1.      Sosialisasi Pendaftaran
Pada tahun 2010 dan 2011, sosialisai pendaftaran masih terjadi hal-hal klasik seperti masih adanya sedikitnya orang-orang yang masih belum mengerti alur pendaftaran haji. Untuk itu pemerintah dari tahun ke tahun terus dengan gencar menguatkan sosialisasi pendaftaran melalui pemerintah atau pejabat daerah dari yang terendah sampai yang tertinggi. Terkait alur pendaftaran haji yang sedikitnya masih belum dipahami oleh masyarakat awam. Pada prakteknya, Ditjen PHU membuka secara sukarela layanan pertanyaan berbagai hal terkait pendaftaran haji dan juga telah mensosialisasikan alur pendaftaran yang benar kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia melalui lembaga pemerintahan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan melalui  lembaga-lembaga non-formal atau swasta seperti majelis-majelis ta’lim dan KBIH atau travel setempat yang tentunya telah memiliki kemampuan untuk mengelola pelaksanaan ibadah haji. Dengan adanya sistem grass root dalam sosialisasi pendaftaran,maka sudah pasti informasi tersebut sampai hingga pelosok-pelosok negeri, kecuali memang ketidaktahuan datang dari calon jamaah haji tersebut, yang enggan untuk mencari informasi mengenai alur pendaftaran yang benar.
Pada tahun 2011 juga, yang menjadi salah satu hambatan adalah kurang terkendalinya jumlah jamaah haji khusus, untuk itu evaluasi yang dilakukan pada tahun 2011 untuk di tahun 2012 adalah dengan pemerintah melakukan penekanan jumlah jamaah haji khusus agar tidak terlalu menyerap lebih dari kuota yang telah ditetapkan.
2.      Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Darat (Armada Bis)
Pada tahun 2010 yang menjadi kendala dalam pemberangkatan adalah hal yang sama pada setiap tahunnya, yakni keterlambatan kedatangan armada pesawat di bandara. Namun yang menjadi kendala dalam transportasi darat adalah bukan pada armada bus, melainkan pada banyaknya jumlah jamaah haji yang ada di tanah suci dari berbagai negara, sehingga menyebabkan arus jalan menjadi sedikit terhambat. Akan tetapi hal tersebut adalah hal yang tidak bisa di cegah oleh pemerintah Indonesia, karena hak untuk menunaikan ibadah haji adalah hak dan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah mampu, sehingga hal-hal terkait perjalanan lokal tidak bisa diprediksikan dengan tepat.
Pada tahun 2011, pemberangkatan (embarkasi) yang masih banyak keterlambatan (delay). Untuk tahun 2012 ini pemerintah masih menggunakan jasa penerbangan dari Garuda Airlines dan Saudi Arabia Airlines sama seperti pada musim haji tahun sebelumnya untuk mengangkut jamaah haji Indonesia. Pada prakteknya pemerintah telah memesan armada yang layak dan nyaman, namun keterlambatan terjadi bukan pada koordinasi pemerintah dengan maskapai penerbangan,melainkan terjadi akibat kendala teknis selama pra-pemberangkatan seperti penuhnya landasan untuk parkir pesawat sehingga pesawat lain harus menunggu pesawat yang ada untuk berangkat terlebih dahulu. Keterlambatan armada pesawat itu tentu ada konsekuensinya pada maskapai terkait karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara pelaksana ibadah haji, yakni Ditjen PHU dengan maskapai yang digunakan untuk embarkasi dan debarkasi. Konsekuensinya adalah jika armada pesawat terlambat datang lebih dari 4 jam,maka pihak maskapai diharuskan menyediakan konsumsi untuk jamaah yang terlantar. Bahkan jika lewat dari 6 jam bisa kemungkinan pihak maskapai harus menyediakan penginapan hotel untuk jamaah haji dan untuk kemudian diberangkatkan setelahnya.[16]
Masih tentang transportasi,selama teknis PIH berlangsung masih sering terjadi jamaah haji Indonesia yang kekurangan fasilitas armada bus yang mengantar jamaah haji Indonesia yang tinggal kurang lebih 2 KM dari masjidil haram,untuk penanganannya pada musim haji tahun 2012 ini pihak penyelenggara telah menambah jumlah armada bus sesuai kebutuhan,dan jumlahnya akan terus berubah setiap tahunnya tergantung pada jumlah jamaah haji Indonesia. Penyewaan armada bus yang dilakukan di tanah suci ini dilakukan dengan alasan untuk menghemat biaya dengan membagi jumlah armada bus yang akan disewa sesuai dengan jamaah yang ada, sehingga tidak mengalami kelebihan armada.
3.      Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji
Hal ketiga adalah pada tahun 2010 dan 2011 masih banyak jamaah haji yang mengalami perampokan barang bawaan, hal tersebut dilakukan oleh muqimin asal Indonesia yang tentunya sebagian besar sudah ditangani secara hukum sesuai dengan aturan hukum di Arab Saudi. Namun mulai dari musim haji tahun 2012 kini sudah mulai dibentuknya personil keamanan wanita untuk menjaga keamanan dan ketertiban dari jamaah wanita pada tempat yang dilarangnya bercampur antara laki-laki dan wanita dalam satu tempat.[17]
4.      Katering Haji
Kemudian yang keempat terkait masalah banyaknya keluhan tentang katering yang basi,sebenarnya penyedia katering melakukan tugas dengan semestinya,mengantarkan katering jamaah ke pemondokan masing-masing sesuai dengan jam-jam yang telah ditentukan. Namun adanya miss-understanding­ antara jamaah dan penyedia katering adalah banyaknya jamaah yang berdiam didalam masjid untuk menunggu waktu sholat berikutnya sementara katering sudah tiba di pemondokan. Alhasil sesampainya jamaah di pemondokan,yang didapati adalah katering yang sudah tidak layak atau basi. Untuk itu perlu ditingkatkannya kesadaran jamaah akan waktu-waktu penyediaan katering di pemondokan dan juga adanya sistem informasi yang lebih jelas dari pihak penyelenggara kepada jamaah agar tidak lagi didapati katering yang sudah basi.
Sementara masih banyaknya kejadian katering basi di luar teknis PIH seperti saat di bandara, hal itu biasanya disebabkan oleh keterlambatan pesawat tiba di bandara sehingga katering menjadi sudah tidak layak untuk di makan,dan untuk penanganannya pihak maskapai diharuskan mengganti dengan katering yang baru untuk para jamaah haji Indonesia,sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak,antara pihak maskapai dan dengan pihak penyelenggara,Ditjen PHU.[18]
Untuk itu pemerintah melakukan upaya penanganan hal tersebut dengan peningkatan kualitas layanan katering seperti dengan pengawasan penyediaan katering yang lebih diperketat mulai dari penyimpanan bahan di gudang, proses pemasakan makanan hingga penyediaan katering kepada jamaah.
5.      Pemulangan (Debarkasi)
Untuk proses pemulangan (debarkasi) di tahun 2012, pemerintah mengupayakan agar meningkatnya OTP dari tahun 2011 dan 2010 yang hanya mencapai 54,5%. Seperti pada proses embarkasi,pada proses debarkasi pun pemerintah Indonesia akan terus menjalin komunikasi yang efektif dengan pihak maskapai agar lebih mengatur jadwal pemberangkatan khusus untuk jamaah haji Indonesia, agar ibadah haji lebih berjalan dengan khusyu tanpa adanya gangguan terkait keterlambatan armada pesawat.
6.      Dana Abadi Umat (DAU)
Sebelum mengenai Dana Abadi Umat (DAU), yang masih sering terjadi masalah dalam PIH adalah penentuan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang masih simpang siur menjelang musim haji berlangsung, untuk itu pemerintah mengupayakan untuk melakukan pembahasan BPIH lebih awal agar lebih ada persiapan, baik dari pemerintah selaku pelaksana maupun juga dari jamaah haji yang akan berangkat.
Kemudian terkait masalah Dana Abadi Umat (DAU), DAU sendiri difungsikan untuk membiayai pembangunan di Indonesia yang berasal dari efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji[19]. Penggunaan DAU mencakup untuk aspek sosial, agama, pendidikan, kesehatan dan juga digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji. Yang digunakan untuk menjalankan fungsi ini bukan jumlah keseluruhan dana dari hasil sisa ONH jamaah haji Indonesia,namun hanya sekitar 10% dari bunganya yang akan digunakan,khususnya untuk penyelenggaraan ibadha haji dengan pembagian tertentu untuk porsi di tanah suci dan di Indonesia. DAU yang pada awalnya disebut sebagai dana sisa ONH mulai diberlakukan pada 1998 pada masa Tarmizi Taher menjabat sebagai Menteri Agama.
DAU disusun atas kerja sama antara Direktorat Pengelolaan Dana Haji (Ditlola) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membidangi masalah Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. DAU sendiri pada awalnya yang masuk ke rekening pribadi,namun sejak tahun 2006 seluruh dana hasil efisiensi PIH masuk ke rekening baru atas nama Menteri Agama dengan alasan keamanan dan ketransparansian alur penggunaan dan pemasukan dana. Sebagai bentuk pertanggung jawabannya, Ditlola membuat laporan hasil penggunaan DAU sama halnya dengan laporan keuangan untuk PIH,untuk kemudian di audit oleh BPK RI dan disahkan oleh Menteri Agama.[20]
D.           Analisis
Dari hasil temuan di atas dapat disimpulkan bahwa PIH  tahun 2010 dan 2011 masih memiliki masalah-masalah klasik yang terjadi selama proses PIH, diantaranya adalah keterlambatan kedatangan armada pesawat saat embarkasi dan debarkasi, penyediaan katering yang masih belum maksimal, kesehatan jamaah haji yang masih belum optimal serta beberapa masalah lainnya.
Hal tersebut bisa saja terus terulang di musim haji berikutnya jika tidak ada kesinergisan antara kinerja pelaksana haji dengan beberapa perusahaan yang terjalin kerja sama maupun dengan jamaah haji itu sendiri, karena beberapa masalah yang tertulis di atas adalah hal-hal yang terjadi akibat kendala teknis pada perusahaan penerbangan, kurangnya pengawasan terhadap penyedia katering, jamaah haji yang masih belumpeka terhadap penyakit yang ada dalam dirinya, tidak maksimalnya penggunaan fasilitas keamanan oleh jamaah dan lainnya.
Namun antara tahun 2010 dan 2011, PIH Indonesia secara keseluruhan tidak mengalami peningkatan, namun juga tidak terjadi penurunan  kulaitas PIH yang optimal, karena setiap tahunnya ada beberapa aspek yang mengalami perbaikan dalam pelaksanaannya dan ada juga aspek yang masih belum maksimal dalam penanganannya.
Pada penelitian ini, penulis dapat mengambil satu garis besar tentang proses evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PHU di bawah naungan Kementerian Agama RI dan dibantu oleh beberapa instansi pemerintahan terkait,dengan menggunakan metode evaluasi studi kasus lapangan, yakni sebuah metode riset pemeriksaan untuk beberapa masalah yang disebut sebagai kasus sebagai bahan acuan evaluasi dengan melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi temuan dan membuat laporan hasil akhirnya untuk dijadikan standar keberhasilan kegiatan berikutnya. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah dalam PIH tahun 2010 dan 2011, dengan melakukan pengawasan penuh dan pengumpulan berbagai masalah yang terjadi selama PIH berlangsung mulai saat pendaftaran hingga pemulangan jamaah haji kembali ke Indonesia.
Berdasarkan hasil temuan yang tertulis di atas, penulis dapat menganalisis bahwa semua proses PIH yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI telah hampir sesuai dengan standar pelaksanaan ibadah haji di tiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, pertama adalah karena Ditjen PHU dibawah naungan Kemenag RI merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai wewenang untuk melaksanakan ibadah haji reguler. Hal ini membuat Ditjen PHU memberika pelayanan optimal kepada jamaah haji Indonesia sehingga mereka memberikan nilai positif untuk Ditjen PHU selaku pelaksana,walaupun juga Ditjen PHU tidak perlu merasa khawatir akan mengalami penurunan calon jamaah haji di musim haji tahun berikutnya.
Kedua adalah karena secara tidak langsung Ditjen PHU merupakan tolak ukur pandangan akan keberhasilan PIH di mata Indonesia dan bahkan manca negara, karena rakyat Indonesia akan memberikan apresiasi tinggi kepada instansi pemerintahan ini atas terselenggaranya ibadah haji dengan baik tanpa menyisakan banyak kasus dan keberhasilan Ditjen PHU dalam melaksanakan ibadah haji reguler diharapkan bisa menjadi contoh positif bagi negara lain dalam mengelola dan menangani masalah keagamaan sepeti ibadah haji untuk memberikan yang terbaik kepada negara dan rakyatnya.
Keberhasilan tersebut terlihat dari beberapa aspek, seperti tingkat kematian yang terbilang relatif dimana kematian tersebut merupakan bukan kesalahan dari pihak pelaksana,melainkan memang kesehatan jamaah haji yang sudah tidak terlalu memungkinkan untuk melakukan sebuah kegiatan akbar. Kemudian juga disebutkan bahwa banyaknya peningkatan kualitas akomodasi dan transportasi yang memberikan kepuasan lebih bagi jamaah haji Indonesia baik sebelum maupun selama proses PIH hingga pemulangan berlangsung. Lalu ditemukannya kesalahan mengenai katering jamaah yang tidak layak atau basi,hal terssebut sudah disebutkan di atas bahwa bukan akibat dari kelalaian pihak penyelenggara ataupun pihak petugas penyedia katering,melainkan kesalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi yang dipahami oleh jamaah haji Indonesia. Dan juga terbentuknya personil keamanan wanita untuk memberikan keamanan jiwa dan raga bagi jamaah haji Indonesia yang wanita selama proses PIH berlangsung.
Selain beberapa penanganan kasus haji di atas,terkait DAU adalah bahwa DAU sudah mulai masuk ke rekening pemerintah,yakni atas nama Menteri Agama agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan keterbukaannya informasi keuangan kepada publik.[21]
Hal terakhir adalah masyarakat Indonesia harus selalu memberikan pandangan atau sikap positif terkait upaya penanganan beberapa kasus dalam PIH Indonesia, adalah yang pertama harus menghargai kinerja instansi pelaksana,dalam hal ini adalah Ditjen PHU dan instansi pemerintahan lainnya dalam menangani dan memperbaiki PIH Indonesia untuk menciptakan PIH yang ideal di tahun-tahun berikutnya. Yang kedua adalah menanamkan sikap percaya terhadap instansi pemerintahan dalam mengawasi dan mengukur tingkat keberhasilan sebuah kegiatan yang dijalankan oleh instansi pemerintahan,ditengah maraknya krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah saat ini.



[1] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2010.
[2] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[3] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[4]  Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[5] Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[6] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011

[7] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[8] Markaziyah adalah wilayah yang berjarak <2000 dari="" haram="" kota="" masjid="" masjidil="" meter="" nabawi="" p="">
[9] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[10] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[11] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[12] M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115
[13] Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[14] Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[15] Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[16] Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[17] Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[18] Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[19] Republik Indonesia, Peraturan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat, Bab I, Pasal 1.
[20] Wawancara langsung dengan Bapak Abdurrazak Al Fakhir, Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pengelolaan Dana Haji  Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
[21] Wawancara langsung dengan Bapak Abdurrazak Al Fakhir, Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pengelolaan Dana Haji  Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment