Friday, May 24, 2013

#Taskophobia


     Taskophobia merupakan sebuah sindrom dimana penderita dikenai rasa takut,marah dan bingung ketika dihadapi dengan tugas-tugas yang dalam bentuk sama dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Perasaan terburu-buru selalu membayang-bayangi penderita. Sindrom ini biasanya terjadi secara "menyemester" di bulan Mei-Juni atau Desember-Januari.
     Para peneliti profesional belum bisa menemukan obat untuk sindrom ini, karena menurut mereka sindrom ini sangat berbahaya untuk ketenangan jiwa dan berakhir pada keletihan pada raga. Namun untungnya para peneliti amatir telah mendapatkan sedikit pencerahan, sindrom ini memang hampir tidak ada obatnya. Mereka, para peneliti amatir berhasil menemukan cara-cara menghindari taskophobia, diantaranya adalah:
  1. Mencari sumber udara yang masih perawan, eh masih segar.
  2. Mengajak penderita ke berbagai tempat-tempat yang bisa membuat penderita merasa senang, seperti gudang tugas dan lain-lain.
  3. Membantu penderita dalam menghadapi cobaan dalam mengerjakan kewajiban saat di akhir semester.
  4. Mereka berpendapat mungkin jalan-jalan atau traveling bisa menyembuhkan gejala-gejala yang muncul.

     Adapun gejala-gejala dari taskophobia adalah penderita merasa bingung, malas, tensi darah meningkat drastis dan lain-lain. Gejala tersebut harus segera dihilangkan agar tidak menjalar terlalu jauh menuju sindrom taskophobia. Diharapkan bagi kerabat/kawan terdekat maupun terjauh bisa membantu penderita dengan berbagi sedikit ilmunya agar penderita tidak terlalu merasa bingung dan menata kembali tujuan hidupnya dengan lebih teratur. Dan bagi penderita, jangan lupa berdoa kepada Allah SWT semoga dibukakan pintu hati para pencetus ide-ide tugas akhir dan diberikan ketenangan bagi para penderita agar dapat kembali beraktifitas seperti sedia kala.

Best regard,
Abdus Somad

Kesalahan Berpikir dan Mitos Sosial


     Dalam sebuah siklus kehidupan sosial, sering kali kita menemukan berbagai gejolak kehidupan masyarakat yang biasanya memicu berbagai tindakan dari masyarakat, bahkan bisa menimbulkan sebuah tindakan anarkis. Hal tersebut disebabkan karena adanya sebuah kesalahan berpikir masyarakat yang masih memegang teguh mitos dalam menjalani kehidupan sosial. Berikut sedikit ulasan mengenai Kesalahan Berpikir dan Mitos Sosial. Kita saksikan bersama-sama setelah pariwara berikut ini..

*iklan komersil*

     Seperti yang telah diungkap dalam prolog di atas, maka saya akan membahas mengenai dua hal penting yang sering terjadi namun tidak disadari oleh masyarakat. Mereka adalah: Kesalahan Berpikir dan Mitos Sosial.
     Pertama adalah mengenai kesalahan berpikir, sebenarnya apa esensi dari dua kata tersebut? Kesalahan berpikir merupakan sebuah ketidak-sinergisan antara isi akal pikiran dengan realita yang harus dijalani oleh masyarakat. Kesalahan berpikir ini timbul akibat adanya kebutuhan masyarakat terhadap sebuah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan perubahan? Perubahan adalah suatu kondisi dimana adanya gejolak atau perubahan strukturdan fungsi dalam satu sistem sosial. Perubahan dibagi menjadi 2 jenis; perubahan alami dan perubahan ikhtiari. Seperti kita tahu perubahan alami adalah perubahan yang berasal atau bersumber dari alam, sedangkan perubahan ikhitari adalah perubahan yang terjadi akibat adanya campur tangan dari manusia. Kedua perubahan tersebut adalah hal yang sangat wajar dan saling berkaitan, perubahan alami memang sudah hakikatnya terjadi karena adanya sebuah siklus, sedangkan perubahan ikhtiari juga hal yang wajar karena manusia diberikan akal pikiran oleh tuhan untuk melakukan sebuah perubahan, jadi menusia hendaknya tidak hanya menunggu sebuah perubahan dari alam.

1. Intelektual Culdesac : kebuntuan dalam berpikir. Istilah kebuntuan berpikir dapat diartikan jika melihat ketujuh poin penjelasan tentangnya, antara lain:
  • Over generalization, adalah memandang sesuatu berdasarkan suara mayoritas. Misalkan kita sering mendengar istilah bahwa *maaf tidak bermaksud rasis* orang Batak adalah orang yang bertabiat keras, orang Padang adalah orang yang pelit. Kedua hal tersebut dianggap benar karena ada sebagian kecil dari mereka yang mempunyai sifat demikian, hal tersebut justru tidak seharusnya mewakili kondisi sebuah suku atau wilayah karena masyarakat hanya mengeneralisasikan sifat tersebut kepada satu wilayah tertentu.
  • Retrospective Determinance, adalah men-judge seseorang karena melihat seseorang tersebut di masa lampau. Misalkan si A berteman dengan si B pada masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), kemudian berpisah selama beberapa belas tahun hingga saat tiba akan bertemu kembali. Si A berkata kepada temannya, si C bahwa temannya si B yang dulu waktu SD itu adalah anak yang bodoh akan datang menemuinya. Kata bergaris miring tersebut lah yang disebut dengan retrospective determinance. Padahal belum tentu si B akan tetap menjadi bodoh selama belasan tahun.
  • Post hoc ergo proper hoc, adalah menganggap adanya hubungan sebab akibat terhadap satu hal dengan hal yang lain. Contohnya adakah sejak dipimpin oleh SBY,Indonesia sering mengalami bencana alam. Padahal hal tersebut adalah sangat tidak logis,karena semua bencana adalah pemberian Tuhan. *yaaah meskipun banyak oposisi yang tetap kekeuh berkata demikian.
  • Misplaced Concreetness, adalah sebuah kesalahan dalam menempatkan kebenaran. Misalnya ia terlalu menyalahkan takdir tanpa memandang apa yang sudah ia perbuat.
  • Argumentum ad verecundiam, adalah melandaskan sesuatu argumen kepada hal yang telah diterima kebenarannya, seperti Al-Quran dan hadits, Undang-Undang, dan kitab suci lainnya tanpa menelaah lebih dalam bagaiamana tafsir dari landasannya tersebut.
  • Falacy composition, adalah terlalu mengikuti jejak keberhasilan seseorang dengan penuh keyakinan akan bernasib sama.
  • Cicular reasoning, adalah terlalu berputar-putar dalam menyampaikan argumen namun tidak memiliki satu sebab pasti dalam argumennya tersebut.

2. Mitos Sosial.
     Mitos adalah sesuatu belum tentu benar namun dipercaya oleh banyak orang, sehingga menjadi seolah-olah hal tersebut adalah benar. Mitos terbagi menjadi 2, antara lain:
  • Mitos deviant, adalah mitos yang dipercaya bahwa sebuah keturunan harus mengikuti sifat dri inangnya. Apabila terjadi sebuah perubahan, maka hal tersebut dianggap sebuah penyimpangan. Mitos deviant juga menempatkan arti bahwa masalah sosial yang ada dianggap memiliki fungsi sendiri, sehingga mereka tidak ingin merubahnya. Hal tersebut justru sangat buruk, karena jika suatu wilayah mempunyai hampir semua masyarakatnya mengidap maslaah sosial dan jika tidak dilakukan perubahan, maka akan mengakibatkan hal yang lebih buruki dari keadaan sebelumnya.
  • Mitos trauma, adalah mitos yang dipercaya karena adanya sebuah kejadian masa lampau yang menguatkan kepercayaan mereka terhadap sebuah mitos, atau adanya kejadian sebuah perubahan namun mengakibatkan gejolak dalam kehidupan mereka sehingga menyebabkan stres. Ada 5 hal penyebab mengapa sebuah perubahan ditolak oleh suatu masyarakat:

- Perubahan dianggap mengancam basic security,seperti sandang,pangan dan papan.
- Tidak dipahami dengan baik dan masyarakat merasakan berbagai spekulasi
- Dirasakan adanya paksaan terhadap sebuah perubahan
- Dianggap berbenturan dengan norma yang lebih tinggi
- Dianggap tidak sesuai dengan kalkulasi rasional

     Demikianlah apa yang bisa sampaikan tentang kesalahan berpikir dan mitos sosial. Memang untuk melakukan sebuah perubahan, tidak semudah membalikkan telapak kaki, eh telapak tangan, butuh waktu yang sangat panjang, kerja keras dan kesabaran karena didunia ini tidak ada sesuatu yang instan,bahkan mie rebus pun bukan hal yang patut untuk dinamakan mie instan, karena dalam kemasannya pun tertera kalimat "proses penyajian". Melakukan sebuah perubahan artinya menghadapi sebuah mitos yang dipercaya oleh suatu masyarakat yang juga masih mengalami berbagai jenis kesalahan berpikir.

     Sekian dan terima kasih, apabila ada kritik, saran dan tambahan mengenai materi terkait, silahkan mengirimkan argumennya kedalam posting ini. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di lain waktu.

*materi disampaikan oleh Mas Arif Al-Buny, wali amanat SPK KIBAR.

Best regard,
Abdus Somad

Skripsi dan Sekitarnya


Skripsi...

     Ada bermacam perasaan yang timbul dari dalam lubuk hati dan pikiran mahasiswa yang mendengar kata tersebut. Ada senang, sukacita, penasaran, cemas, khawatir, hingga rasa mau mati mendengarnya.

     Apaan sih, kok sering banget dengar orang galau dan depresi karena skripsi? Ayolah, itu cuma kumpulan kata yang harus kita rangkai menjadi satu kesatuan kalimat ilmiah yang nantinya akan menunjukkan sejauh mana kita mampu berpikir dan mengaplikasikan ilmu perkuliahan kita.

     Skripsi, mayoritas terdiri dari 5 bab : Bab 1, yang isinya alasan mengapa kita mau menulis apa yang akan kita tulis dan berbagai kerangka tulisan yang nantinya akan merepresentasikan seluruh isi skripsi kita. Bab 2, yang isinya berbagai landasan teori yang mendukung jalannya penelitian dan pendalaman data temuan. Penulis rasa, ini adalah bab yang paling gampang yang pernah ada, karena tanpa perlu berpikir banyak pun kita bisa mengambil dan menyalinnya dari berbagai sumber referensi buku, majalah, jurnal dan lainnya, yang penting itu adalah teori. Bab 3, ini juga gampang kok, kan isinya cuma profil lembaga tempat kita mencari bahan penelitian. Tinggal minta saja sama narasumber kita, masa iya sih gak ada. Bab 4, nah ini yang biasanya bikin mahasiswa depresi, katanya sih susah banget, sampe mengalami #Taskophobia*. Tapi kalau diteliti lebih dalam, ternyata bab 4 ini isinya apa-apa yang kita tanya-tanyain ke narasumber itu, sekarang teknologi sudah canggih, pas wawancara tinggal rekam dan salin, lalu dicocokin sama teorinya, kira-kira sudah sesuai apa belum. Terakhir adalah bab 5, isinya cuma kesimpulan dari 4 bab sebelumnya dan kemudian ditulis juga beberapa saran untuk tempat kita penelitian, ya mungkin aja nanti suatu saat saran dari kita bisa diaplikasikan sama yang empunya lembaga.

     Nah, ceritanya sudah 5 bab nih ya, baru deh kita bikin abstrak yang isinya pada umumnya adalah beberapa paragraf yang memuat ilustrasi penelitian, dari mulai latar belakang, sekilas tentang tugas dan fungsi lembaga, rumusan penelitian, metode dan pendekatan yang kita pakai dan hasil temuan di paragraf akhir.

     Tapi, sedikit keluar dari semua paparan di atas, ternyata ada beberapa fakta unik tentang skripsi:
Mahasiswa mengalami beberapa tingkatan perasaan positif dan negatif:
  1. Positif : Pertama, merasa bahagia bila sudah menginjak semester 8, artinya mahasiswa itu akan menyusun skripsi dan dapat menuangkan pikiran dan ilmunya dalam untaian kata ilmiah. Kedua, merasa puas saat sudah mendapat ide atau judul untuk bahan penelitian, ia pasti akan langsung membuat pengajuan judul kepada ketua prodi/jurusannya. Ketiga, lebih merasa senang dan bangga jika sudah selesai seminar proposal, artinya judl sudah di tangan dan siap untuk melangkah lebih lanjut, serta tentunya ia akan mau dan mampu untuk membantu teman-temannya yang belum mendapatkan ide atau judul penelitian. Keempat, merasa semangat penuh dalam menyusun setiap rangkaian bab dan mengatur strategi untuk wawancara kepada narasumber, menyiapkan poin-poin wawancara serta ada juga yang persiapan kamera jika ia punya sifat narsis untuk berfoto bersama narasumbernya, sebagai bukti bahwa ia mampu menjalankan hal yang dianggap sepele untuk mendapatkan data yang diperlukan. Kelima, kadang ada yang merasa "ini adalah perjuangan, gak boleh menyerah!" di kala ia mendapatkan beberapa rintangan seperti bahasannya kurang spesifik, teorinya kurang lengkap dan kredibel, teknik penulisannya ada yang keliru, bahkan tak jarang ada yang kehilangan file softcopy-nya, sehingga harus mengetik ulang dari apa yang sudah ia cetak, dan itupun masih kurang dari apa yang ada dalam softcopy. Keenam, merasa percaya diri namun agak ragu saat hendak menemui dosen pembimbing, ada rasa cemas "bagaimana kalau masih saja terus di revisi?". Tapi ia terus berupaya membuang pikiran tersebut, yang ada hanyalah percaya diri dan tetap yakin. Ketujuh, pastinya semua merasa bahagia sentosa saat skripsinya sudah ditandatangani oleh dosen pembimbing, pasti ada juga yang pamer setelah mendapatkannya (termasuk penulis, hehehe). Kedelapan, WOW agak kaget saat mendaftar sidang dan mengetahui bahwa pengujinya nanti adalah seorang guru besar atau seorang profesor yang terkenal killer. Tapi ia tetap yakin bahwa ia pasti mampu mempertahankan argumen penelitiannya, karena itu adalah asli tulisannya. Kesembilan, makin WOW karena ia mampu menjalani sidang dengan penuh khidmat di tengah cecaran dan kritikan dari dosen penguji, ia berhasil mendapatkan nilai yang baik karena penelitiannya dan tentunya revisi yang tidak banyak. Kesepuluh. ternyata rasa "WOW" itu agak sedikit mengendur diakibatkan yang harus di revisi adalah data-data yang agak sulit untuk dicari, tapi dengan gigih ia terus mencari dan berusaha mendapatkannya agar bisa dengan segera ia menuntaskan penelitiannya. Kesebelas, akhirnya rasa puas itu kembali datang saat ia menemukan titik terang revisi penelitiannya, dengan segera ia melakukan apa yang dosen penguji pinta. Keduabelas, revisi telah selesai dan sesuai, saatnya meminta pengesahan dari para tim penguji, alangkah bahagianya dan WOW-nya hati mahasiswa itu saat ia berhasil mengumpulkan tanda tangan tersebut, walaupun di tengah jalan masih ada beberapa kendala saat mencari "coretan tangan" si penguji. Ketigabelas, ini adalah positif terakhir, yakni saat-saat ia akan menjalani prosesi wisuda. Lihatlah, betapa bahagia dan puas hatinya akan perjuangan yang selama ini ia hadapi, bertahun-tahun ia mengemban tugas untuk mengabdi ilmu pada kampusnya, kini telah dibayar lunas dengan pemindahan tali topi toganya oleh sang rektor. Senyum lebar dan ikhlas terurai dari wajahnya, menandakan kepuasan hatinya akan semua hal yang telah dilaluinya, apalagi ia tidak sendiri, ia bersama teman lainnya yang saling bekerja sama dengannya dalam berbagai macam seluk beluk dalam skripsi. Sungguh inilah perjuangan :)
  2. Nah, di atas adalah seharusnya bagaimana kita menghadapi hal yang bernama skripsi, jalanilah dengan berpikir positif dan meraih kesempatan yang ada. Ada hitam, ada putih. Ada positif, ada juga yang negatif. Bagaimana sih ciri negatif mahasiswa yang sedang menglami #skripsophobia? Berikut cuplikan singkatnya : Pertama, dari awal ia masuk kuliah pun sudah terlihat masa depannya akademisnya yang agak suram, kuliah jarang masuk, tugas pun tak pernah tersentuh langsung, dan... apalah itu, pokoknya menggambarkan mahasiswa yang tidak seharusnya menjadi mahasiswa. Kedua, pasti terasa agak mual dan pusing saat hendak menginjak di semester 8, mayoritas sudah tidak ada perkuliahan lagi, yang ada hanya skripsi dan ia pun menyebutnya sebagai #skripshit. Ketiga, masa bodoh dengan teman-temannya yang sudah mendapatkan ide atau judul penelitian, bahkan sebagiannya sudah hampir menempuh bab 4. Ia masih saja terus merasa malas dan agak tak ikhlas dalam menelaah keadaan sekitar untuk mendapatkan ide. Keempat, ceritanya ia sudah dapat judul nih, itupun akibat dari temannya yang tidak jadi mengambil judul tersebut, akhirnya ia lah yang memakai judul tersebut untuk penelitiannya, ia buat kerangka proposal dengan seadanya, padahal ia mampu untuk membuat yang lebih baik. Kelima, judul sudah di tangan, namun ia acuhkan se-lama mungkin, bahkan teman lainnya ada yang sudah mau wisuda. Padahal ia tak ada kesibukan lain yang mengisi harinya. Keenam, sudah satu tahun, sebagian temannya sudah mendapatkan pekerjaan yang menggiurkan, namun ia pun masih duduk termenung di kampusnya, merasa sepi karena sudah tak ada teman dekat yang bisa di ajak bercengkrama, akhirnya ia mencari pelarian dengan bergaul kepada mereka yang juga masih sibuk tersendat di tengah jalan skripsinya. Dimulai lagi lah skripsinya itu. Ketujuh, ia menjalani skripsinya dengan perasaan dukacita dan penuh pikiran negatif, entah alasan tak ada referensi, narasumber yang sulit untuk ditemui, hingga kata-kata kasar dan kotor kerap menghiasi mulutnya. Intinya proses skripsinya adalah proses yang negatif dan dengan aura yang tidak sedap untuk dirasakan. Kedelapan, hendak menemui dosen pembimbing untuk meng-acc-kan skripsinya, timbul lagi rasa segan. Padahal skripsinya itu sudah lumayan layak untuk di-acc dan disidangkan, yang ada hanya rasa malas dan pikiran negatif. Kesembilan, sudah memasuki tahun ke-6 ia di kampus, teman-temannya tinggal beberapa nyawa, semakin banyak ia dikelilingi oleh junior-juniornya yang terasa seakan lebih pintar darinya. Skripsinya pun belum juga usai karena pada waktu itu saat berencana untuk ditandatangani oleh dosen pembimbing, ternyata ada banyak kesalahan yang ia buat dan ia mengerjakan dengan asal, sehingga harus sering mengulangnya, juga ia pun jarang sekali menemui dosen pembimbingnya. Kesepuluh, kembali ia terus mencaci keadaan yang ia anggap tidak berpihak padanya. Perasaan bersalah mulai muncul dalam benaknya, andaikan ia mengerjakan skripsinya dengan semestinya. Hingga akhirnya ia pun selesai dan hendak menjalani sidang. Kesebelas, padahal ia mendapatkan dosen yang lumayan santai, tetapi ia terus merasa tidak yakin dengan hasil yang ia buat, hingga sidang skripsinya berakhir seadanya dengan hasil yang apa apanya, revisi pun lumayan banyak dan dengan penuh rasa terpaksa ia menjalaninya. Keduabelas, revisi selesai, hendak meminta tanda tangan dari para penguji, kebetulan para pengujinya sedang ada keesibukan yang amat penting. Sudah pasti, ia masih saja terus mengumpat sejadi-jadinya, hingga beberapa minggu kemudia ia pun mendapatkan semua tanda tangan tersebut. Ketigabelas, akhirnya tiba pada puncak dari semuanya, #Wisuda. Ia menghadiri wisuda dengan tanpa teman-teman dekatnya, bahkan ia dikelilingi oleh junior yang ada di 2 tahun angkatan dibawahnya. Perasaan yang, ah...... sungguh tidak memuaskan. Penyesalan mewarnai prosesi yang seharusnya menjadi akhir yang bahagia jika ia bersama dengan teman-teman dekatnya..


     Ayolah, #skripsi itu cuma 5 bab, mulailah dari sekarang memanggilnya dengan sebutan #skripsweet agar semua yang kau lalui akan terasa indah dan memberikan hasil yang baik. Tinggal kau pilih, menjadi positif atau negatif? Keputusan ada di dalam batin dan pikiran anda, anda yang mengerjakan, anda yang akan menentukan masa depan akademis anda. Kerjakan dengan maksimal, lakukan dengan seluruh kemampuan yang kamu bisa, jalani dengan sukacita, itulah kuncinya!

"Be positive and everything will be nice. Keep struggling, keep surviving, because they are the key of the success for your life". (Abdus Somad | 2012)

-> Catatan ini di buat bukan untuk bermaksud negatif, tapi justru untuk menumbuhkan rasa positif dalam pikiran saat menjalani proses #skripsweet :)

Kata kunci dan hashtag : #Skripsi, #Wisuda, #Mahasiswa, #Kampus, #Positive

Copyrighted by Abdus Somad | ©2013

Friday, May 17, 2013

15 tahun pasca-reformasi, Indonesia menjadi lebih baik?

     Pertanyaan yang sudah pasti jawabannya : TIDAK!

     Siapa yang lupa dengan tragedi kerusuhan Mei 1998 (May 1998 Riots of Indonesia)? Tentu saja para korban tirani tidak lupa dengan kejadian tersebut, yang lupa hanyalah para pelaku kejahatan demokrasi pada saat itu dan orang-orang yang mendukungnya. Loh, kok masih ada saja ya yang berpihak pada yang lalim? Apalagi kebanyakan dari mereka adalah para pemuda, yang pada masa jayanya (mahasiswa -red) selalu berkoar-koar menyuarakan penuntasan penindakan kejahatan dan penegakkan keadilan di Indonesia. Kehidupan memang begitu, ibrata roda -roda yang selalu berputar pada porosnya, yang dulunya membela yang lemah namun keadaan berbalik justru saar ini mereka menyerang yang lemah, sedangkan mereka tidak sadar bahwa posisi mereka tak ubahnya sebuah poros roda yang selalu berada di tengah-tengah realita, yang tidak jelas dia berpihak kepada yang di atas atau yang di bawah.

     Namun itulah kondisi nyata saat ini, itu semua dilakukan hanya demi kepentingan pribadi semata, yang sudah tertaklukan oleh harta dan tahta, tak jarang juga yang tertaklukan oleh wanita. Kembali pada Mei 1998, siapa yang harus bertanggung jawab? Siapa yang harus ditanggungjawabi? Apa dampaknya untuk Indonesia saat ini? Apakah justru reformasi pada saat itu berbuah manis seperti yang diharapkan? Apakah keadilan dapat ditegakkan, ataukah kemiskinan dapat dituntaskan, atau bahkan apakah Indonesia menjadi sejahtera?

     Untuk insiden itu, banyak pihak yang disalahkan dalam pembentukan awal mula sistem reformasi dan demokrasi di Indonesia, tidak lepas dari mantan presiden RI pada saat itu, Soeharto dan juga para antek-antek militernya, yang memang mau tak mau mereka harus membela presidennya, sesuai dengan sumpah jabatan yang telah mereka ucapkan. Tapi apakah sebuah sumpah itu harus selalu dipatuhi ketika esensi sumpah itu bertentangan dengan yang memberi sumpah? #TanyaKenapa

     Lalu, siapa yang punya hak untuk ditanggungjawabi? Rakyat kah? Benar sekali! Tapi apakah semua hak rakyat sudah terpenuhi pasca-reformasi tersebut? Lihatlah keadaan, masih banyak mereka-mereka yang hanya mampu meneguk ludahnya saat melihat orang lain disekitarnya hidup sejahtera. Kemiskinan memang hal yang sudah lumrah dalam bermasyarakat di Indonesia, tapi yang lebih parah adalah kesenjangan di antara keduanya. Kesenjangan ekonomi adalah sesuatu yang bisa menimbulkan mata rantai yang tak bisa putus, artinya kesenjangan ekonomi bisa menyebabkan sesuatu yang fatal; pencurian, perampokan, kerusuhan hingga pembunuhan. Lahirnya era reformasi ternyata hanya mereformasi sistem pemerintahan saja, itupun malah ke arah yang lebih buruk, hingga melupakan pemerataan pembangunan. Bukan hanya antara kota dan daerah, tapi juga di internal kota pun masih banyak kesenjangan yang timbul karena pemerintah "tidak melihat" mereka yang terpinggirkan.

     Bukan hanya itu dampak dari reformasi, lahirnya era yang mengedepankan "sistem semena-mena" ini tentunya merugikan pihak yang seharusnya benar, mereka semakin dibuat seakan-akan terbuang dari dalam sistem. Lihat saja, sejak tahun-tahun belakangan ini makin marak saja tindak korupsi dari para pejabat kotor. Mereka bekerja bukan hanya untuk menafkahi hidup mereka, akan tetapi mereka bekerja untuk memiskinkan bangsa. Uang siapa? Itu uang rakyat loh! Tapi apa langkah kongkritnya? Pemerintah hanya terlalu banyak bicara dan mencari muka, bertindak tegas namun hanya setengah-setengah, tidak tuntas dan menyebabkan kasus korupsi semakin bertumpuk. Jadi ya, belum menimbulkan efek jera kepada para koruptor dan juga memancing para pejabat kotor lainnya untuk berbuat serupa. Alhasil, bangsa kita semakin miskin di tengah berlimpahnya sumber daya yang ada.

     Kemudian juga, lahirnya era reformasi dan demokrasi di Indonesia ini ternyata pada prakteknya tidak seperti apa yang dulu dicita-citakan oleh pejuang demokrasi, membentuk tatanan pemerinthan yang bersih, jujur dan adil. Karena apa? Begini, boleh saja pada tahun 1998 banyak mahasiswa dan rakyat yang mati-matian turun ke jalan untuk membela negara, tapi apakah saat ini balasan yang diberikan oleh penerusnya sudah setimpal? Lihat saja, mahasiswa dan pemuda saat ini bergerak bukan dari hati nurani mereka, mereka bergerak karena digerakkan oleh uang, uang yang diambil secara kotor oleh pejabat atau sosok yang mereka elu-elukan. Jadi ya percuma saja jika pada masanya mereka dengan lantang meneriakkan dan bersuara untuk penegakkan keadilan, tapi tak lama berselang justru mereka yang menjadi orang di balik suksesnya para "pencuri" tersebut. Inkonsistensi para pemuda dan mahasiswa saat ini memang sangat memprihatinkan, mereka rela membela yang salah hanya lagi-lagi karena adanya kesenjangan yang tumbuh subur di kehidupan mereka. Mencuatnya rasa ingin memenuhi kebutuhan hidup memaksa mereka "menelan ludah sendiri" yang secara sadar atau tidak sadar mereka telah berbuat kejam dan ketidak-adilan kepada rakyat yang tak bersalah.

     Untuk itulah, bangsa ini sangat perlu penanaman akhlak dan moral kemanusiaan dalam setiap hembusan nafas mereka, agar mereka sadar apa yang sejatinya menjadi tugas mereka untuk membenahi tatanan negara yang hampir hancur lebur ini. Diperlukan pengawasan dan pendidikan yang ketat dan fleksibel agar pesan yang disampaikan bisa diresapi dengan benar oleh para penerus bangsa. Diharapkan, dengan adanya penanaman akhlak dan moral kemanusiaan tersebut dapat mencegah kembalinya timbul tragedi Trisakti dan tragedi Mei 1998 di masa kini dan selanjutnya. Menciptakan kehidupan yang harmonis, aman, nyaman dan sejahtera, serta berjalan dalam kesetaraan yang saling mengisi satu sama lain. Juga diharapkan mereka keluar dari jalan kesesatan yang menuntun mereka ke sikap memihak kepada yang salah, harus diberikan kesadaran bahwa yang mereka agungkan itu adalah mereka yang dulu dan nantinya berfungsi sebagai perusak bangsa dan negara.

#Sekian.