Sunday, July 3, 2011

Organisasi Haji dan Umroh (Part. 3)

I. Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat pada umumnya adalah peranan masyarakat dalam membantu penyelenggaraan haji khusus atau dikenal dengan ONH Plus. Pengaturan pemberangkatan dan pemulangan peserta ibadah haji khusus mulai tahun 2000 dilakukan sepenuhnya oleh biro perjalanan yang mengurusnya sejak pemilihan perusahaan transportasi, pemondokan sampai kepada semua aspek jenis pelayanan kepada jemaah haji. Namun pada masa-masa sebelumnya, biro perjalanan hanya mengatur pemondokan sampai kepada jamaah haji serta pemulangan ke tanah air, sedangkan untuk pemberangkatan ke Arab Saudi dilakukan dengan penerbangan haji.

Disamping itu,ada juga keterlibatan ormas-ormas Islam dan majelis ta’lim yang melakukan pelayanan haji dan merupakan sub sistem dari kegiatan penyelenggaraan haji secara keseluruhan. Pelayanan yang diberikan umumnya dilakukan sejak masa pendaftaran, bimbingan ibadah dan manasik serta pengelompokkan sejak di tanah air sampai di Arab Saudi serta pelestarian esensi ibadah haji setelah selesai melaksanakan ibadah haji. Pada umumnya ikatan emosional para jamaah haji ini sangat kuat sejak awal bergabungnya mereka dalam kelompok bimbingan. Jemaah haji yang telah selesai melaksanakan ibadah haji biasanya akan turut serta aktif dalam organisasi haji yang ada diwilayahnya masing-masing dan kegiatannya berkisar pada bimbingan keagamaan serta implementasinya dalam kehidupan sosial bermasyarakat[1].

Salah satu contoh kelompok bimbingan adalah KBIH Daarul Fatah yang terletak di kawasan Pancoran, Jaksel. Dari mulai saat bimbingan,para calon jamaah haji mulai ditanamkan rasa persaudaraan sehingga ikatan emosional mereka terbentuk. Dan setelah ibadah haji selesai dilaksanakan,dari pihak travel akan mengadakan sejenis reuni jamaah haji/umroh agar hubungan emosional mereka tetap terjaga.

II. Dukungan Komputerisasi

Penerapan komputerisasi dalam manajemen haji telah dimulai sejak tahun 1992. Pada awalnya sistem yang diterapkan masih bersifat pengumpulan data yang diperoleh berdasarkan pendaftaran calon haji dari masing-masing BPS BPIH. Yang selanjutnya dimasukkan kedalam komputer server di Kementerian Agama.

Kelemahan dari sistem komputerisasi pada masa itu adalah antara lain:

1. Masih belum dapat diperolehnya data jamaah haji secara tepat waktu sesuai dengan kenyataan jumlah yang mendaftar.

2. Penyampaian data dari BPS BPIH dilakukan melalui kurir atau jasa pos.

3. Belum mampu mendeteksi terjadinya over quota pada musim haji[2]

III. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT)

Namun kemudian pada tahun 1995 seiring berkembangnya teknologi informasi dan dalam upaya meningkatkan pelayanan haji di Indonesia,pemerintah pusat khususnya Dirjen Bimas Islam dan Haji Umroh melakukan sebuah sistem baru yang lebih efektif dan efisien,yakni Sistem Komputerisasi haji Terpadu (SISKOHAT).

SISKOHAT merupakan sebuah sistem yang merupakan suatu sistem pelayanan secara on-line dan real time antara Bank Penyelenggara Penerima Setoran ONH, Kanwil Kementerian Agama di 33 Propinsi dengan Pusat Komputer Kementerian Agama. SISKOHAT ini berfungsi untuk menginput data jamaah haji Indonesia dari tiap wilayah ke Panitia Pusat Penyelenggaraan Haji Indonesia (P3HI). SISKOHAT ini juga berfungsi untuk memberikan kemudahan dalam pendafataran calon haji, pemrosesan dokumen haji, persiapan keberangkatan (Embarkasi), monitoring operasional di Tanah Suci sampai pada proses kepulangan ke Tanah air (Debarkasi).

Dalam perkembangannya Kementerian Agama akan mengimplementasikan pola pelayanan pendaftaran lima tahun sebagai cikal bakal pola pendaftaran sepanjang masa untuk mengakomodir kepastian berangkat dari setiap calon haji yang akan mendaftar. Pola tersebut sekaligus mendorong pengembangan SISKOHAT, antara lain dengan menyediakan satu prasarana di Kandepag Tingkat-II sebagai ujung tombak yang akan melayani pendaftaran haji.

Disamping itu terus diupayakan beberapa penyempurnaan fungsi otomatis seperti otomatis pencetakan paspor serta integrasi dengan unit-unit kerja terkait, seperti Kementerian Kesehatan untuk pendataan Resiko Tinggi (Risti) dan Garuda untuk pembuatan manifest dan boarding pass.

Bagan Proses Penyelenggaraan Haji:

Description: http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda.co.id/Prototype/images/siskohat2.gif


Dari bagan terlihat bahwa proses penyelenggaraan haji menggunakan SISKOHAT adalah antara lain:

1. Pendaftaran haji di Kandepag Tingkat-II dengan melengkapi indentitas diri,surat keterangan kesehatan dan mengisi formulir SPPH (surat Permohonan Pergi Haji).

2. Data-data tersebut diatas di-input kedalam SISKOHAT untuk mendapatkan porsi pemberangkatan.

3. Calon jamaah haji melakukan transaksi pembayaran ONH di BPSONH (Bank Penerima Setoran ONH) dan mengecek nomor porsi.

4. Calon jamaah haji akan menerima tanda bukti setor ONH. Disalin menjadi dua bundel; yang asli dipegang oleh calon jamaah dan yang salinannya diserahkan ke Kandepag untuk pengurusan dokumen selanjutnya.

5. Kandepag mengelompokkan para calon haji dalam satu daftar nominatif tingkat II secara otomatis menggunakan SISKOHAT sebagai cikal bakal pembentukan kloter.

6. Daftar tingkat II dikonsolidasikan menjadi nominatif tingkat I di Kanwil.

7. Setelah itu, data-data paspor akan tercetak secara otomatis untuk dikirim ke kantor Pusat guna pengurusan visa dan kemudian diteliti dengan fasilitas SISKOHAT.

8. Setelah diteliti,kemudian dikelompokkan dan dikirim ke KBSA (Kedutaan Besar Saudi Arabia) untuk diberikan visa.

9. Kanwil tingkat I mencetak SPMA (Surat Panggilan Masuk Asrama) dan dikirim ke alamat masing-masing alamat calhaj.

10. Kemudian calon haji sudah dapat melakukan embarkasi di 6 kota: Jakarta, Solo, Surabaya, Medan Balikpapan dan Ujung Pandang).

11. SISKOHAT akan secara otomatis mengeluarkan Kartu Makan dan Kartu Asrama jika petugas penerimaan di asrama sudah melakukan konfirmasi SPMA.

12. Penyedia penerbangan akan mencetak manifes penerbangan berdasarkan kloter yang telah dibentuk untuk diberangkatkan.

13. Setelah di Arab Saudi,pihak sana melakukan semua proses pendataan dan akan menampilkan seluruh posisi jamaah hajii yang tersebar disana.

14. Setelah prosesi haji selesai,Asrama Haji di Jeddah membentuk kloter pemulangan (debarkasi) dan jadwal kepulangan.


KESIMPULAN

Peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan haji adalah antara lain dalam proses pendaftaran, bimbingan ibadah, manasik, pengelompokan sejak dari tanah air sampai di Arab Saudi dan melestarikan esensi ibadah haji setelah selesai melaksanakan ibadah haji. Dengan cara menumbuhkan hubungan emosional para jamaah haji untuk menjalin ukhuwah islamiyah.

Dukungan komputerisasi berfungsi untuk mengefisiensi kinerja P3H dalam memproses data para calon jamaah haji dengan bantuan sistem komputer yang menginput otomatis data para calon jamaah dari pusat (server) ke bagian-bagian pengelola lainnya. Sedangkan SISKOHAT berfungsi sebagai penyempurna dari sistem komputerisasi pada awalnya,yang tadinya masih menggunakan jasa pos untuk mengirimkan segala macam dokumen-dokumen calon jamaah,sekarang dengan adanya SISKOHAT sudah lebih efisien karena calon jamaah hanya akan menerima nomor urut kursi dan data-datanya sudah otomatis terkirim di server P3H.



[1] Achmad Nidjam-Alatief Hanan, Manajemen Haji, Jakarta, Zikrul Hakim, 2001, halaman 81-83

[2] Muhammad Maftuh Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, Jakarta, FDK Press, 2008, halaman 157

Manajemen Bank dan Lembaga Keuangan Islam

Wadi’ah

Dalam bidang ekonomi syariah, wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.

Wadiah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:

· Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya.

· Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut

Rukun wadiah:

* Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).

* Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).

* Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).

* Shighot ( Ijab dan qobul).

   * Wadiah yad amanah Pada keadaan ini barang yang dititipkan merupakah bentuk amanah belaka dan tidak ada kewajiban bagi wadii’ untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
   * Wadiah yad dhomanah. Wadiah dapat berubah menjadi yad dhomanah, yaitu wadii’ harus menanggung kerusakan atau kehilangan pada wadiah, oleh sebab-sebab berikut ini:
   * wadii’ menitipkan barang kepada orang lain yang tidak biasa dititipi barang.
   * wadii’ meninggalkan barang titipan sehingga rusak.
   * memanfaatkan barang titipan.
   * bepergian dengan membawa barang titipan.
   * jika wadii’ tidak mau menyerahkan barang ketika diminta muwaddi’, maka ia harus menanggung jika barang itu rusak.
   * mencampur dengan barang lain yang tidak dapat dipisahkan.

Mudhorobah

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

Tipe Mudhorobah:

· Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)

· Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.

Musyarokah

Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.

Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa arab, syirkah bererti mencampurkan dua bahagian atau lebih sehingga tidak boleh dibezakan lagi satu bahagian dengan bahagian lainnya, (An-Nabhani). Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani)

Hukum syirkah adalah mubah. Adapun rukun-rukunnya antara lain: a) akad (ijab-kabul) juga disebut sighah b) dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan pengelolaan harta c) objek aqad(mahal) juga disebut ma’qud alaihi, samada modal atau pekerjaan

Ketentuan Musyarokah:

· Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

· Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :

1. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.

2. Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.

3. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.

4. seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

· Objek akad adalah modal, kerja, keuntungan dan kerugian.

Bentuk Musyarokah:

1) Syirkah Inan. Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berkongsi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RM500 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dikongsi adalah berupa wang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal transaksi. Perkongsian ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal kepada rakan kongsinya bererti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada rakan kongsinya untuk mengelolakan perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang berkongsi manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali r.a yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”

2) Syirkah Abdan. Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan projek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadith ini diketahui Rasulullah saw dan baginda membenarkannya.

3) Syirkah Mudharabah. Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan. Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

4) Syirkah Wujuh. Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan.

5) Syirkah Mufawadhah. Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.

Al-Wakalah

Al-Wakalah memiliki beberapa makna lughawi, di antaranya arti perlindungan (al-hifzh), dan penyerahan (al-tafwidh), atau memberikan kuasa. Menurut kalangan Syafi’iyah, arti wakalah menurut syariat adalah ungkapan penyerahan kuasa dari pemberi kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (yaqbalu an-niyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa (lahu fi’luhu). Dengan ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup. Dalam hal ini wakalah ditetapkan boleh dilakukan dan diakui sebagai ikatan kontrak yang disyariatkan. Dari dasar hukum ibahah (diperbolehkan), al-wakalah bisa memiliki muatan sunnah, makruh, haram atau bahkan wajib, sesuai dengan motif pemberi kuasa, pekerjaan yang dikuasakan atau faktor lain yang melingkupi. Al-Wakalah merupakan jenis kontrak ja'iz min at-tharafain, yakni bagi kedua pihak berhak membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka menghendaki. Pemberi kuasa (al-muwakkil) berhak mencabut kuasa dan menghentikan penerima kuasa (al-wakil) dari pekerjaan yang dikuasakan. Begitu pula sebaliknya, bagi penerima kuasa (al-wakil) berhak membatalkan dan mengundurkan diri dari kesanggupannya menerima kuasa.

Al-Wakalah terkonsep dalam syariah berlandaskan Al-Qur’an QS Al-Kahfi (18:19):

وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.

Rukun Dan Syarat Wakalah

Menurut Syafi’iyyah, rukun dan syarat al-wakalah adalah sebagai berikut:

1. Al-Muwakkil (Pemberi kuasa)

Seorang pemberi kuasa disyaratkan memiliki hak tasharruf (mempergunakan barang) secara sah atas bidang-bidang yang dikuasakan. Hal ini disesuaikan dengan persyaratan dalam bidang-bidang tersebut. Seperti halnya pemberian kuasa untuk membelanjakan harta, maka syarat bagi pemberi kuasa adalah memenuhi kualifikasi baligh, berakal dan berstatus ahli tasharruf, dan lain sebagainya. Hanya saja ada persoalan yang dikecualikan, yakni permasalahan orang buta yang meskipun pada dasarnya tidak sah melangsungkan transaksi jual beli karena keterbatasannya menilai barang dengan penglihatan, namun diperbolehkan mewakilkan orang lain melangsungkan jual beli.

2. Al-Wakil (Penerima kuasa)

a. Sebagaimana pemberi kuasa, penerima kuasa juga disyaratkan memiliki hak tasharruf secara sah atas bidang-bidang yang dikuasakan. Sehingga anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi wakil. Orang buta juga tidak sah menjadi wakil dalam jual beli dan pekerjaan lain yang disyaratkan mampu melihat. Dikecualikan permasalahan mengirimkan hadiah, memberi ijin masuk rumah, dimana hal ini boleh diwakilkan kepada anak kecil yang sudah mencapai taraf tamyiz dan dapat dipercaya.

b. Seseorang yang menerima kuasa, disyaratkan harus mu’ayyan (jelas perseorangannya). Sehingga tidak sah mewakilkan pekerjaan pada salah satu dari dua orang tanpa ditunjuk secara jelas atau mengatakan, ”Aku wakilkan untuk menjual rumah ini kepada siapa saja yang menginginkan.”

c. Penerima kuasa harus memiliki sifat adil, apabila kuasa tersebut berasal dari seorang qadhi, atau saat menerima kuasa dari seorang wali untuk menjualkan harta orang-orang yang ada dalam tanggungannya.

3. Shighat (ucapan perwakilan)

4. Al-Muwakkal fihi (obyek atau pekerjaan yang dikuasakan)

Perbedaan bank syariah dan bank konvensional

Perbedaannya antara lain: pertama, akad dan legalitas merupakan kunci utam yang membedakan bank yariah dengan bank konvensional lainnya. bank syariah melihat dari “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan begantung pada niat. dalam hal ini bergantung pada aqad nya, seperti bagi hasil,jual beli atau sewa menyewa. tidak ada unsur riba yang di haramkan.

Perbedaan selanjutnya dari struktur organisasi yang sangat baik yang dilihat dari stiruktur pengamananya yaitu DPS ( dewan pengawas syariah) yang bertugas sbg pengawasan operasional bank dan produk-roduknya agar sesuai garis syarah…Kemudian pada lingkungan disekitar bank syariah yang bernuasa islami. disini ketika kita datang nanti di bank syariah akan disambut mulai dari cara pakaian, bertingkah laku dari pada karyawannya. Mekanismenya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:

http://www1.freewebs.com/santolase/docs/images/clip_image003_0000.gif

Bank syariah itu mengeluarkan produk seperti:

1. bank syariah asli : bank yang tidak tercampur dengan bank konvensional lainnya.

2. bank syariah dengan bank konvensional: artinya merupakan bank yang menganut sistim syariah dan berdiri sendiri. tapi bukan dari bank konvensional.produknya terdiri dari : Bank syariah mandiri, bank muamalat dan lain-lain.

3. bank syariah dengan bank konvensional : artinya ada bank ini masih menganut sistim bank syariah tetapi msih milik suatu bank konvensional sebagai induknya.

Bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti.

Riba

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Jenis-jenis riba:

· Riba Qardh, Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)

· Riba Jahiliyyah, Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan

· Riba Fadhl, Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

· Riba Nasi’ah, Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

MLM Syariah

Secara sepintas MLM Syariah bisa saja tampak tidak berbeda dengan praktek-praktek bisnis MLM konvensional. Namun, kalau kita telaah lebih jauh dalam proses operasionalnya, ternyata ada beberapa perbedaan mendasar yang cukup signifikan antara kedua varian MLM tersebut.

Pertama, sebagai perusahaan yang beroperasi syariah, niat, konsep, dan praktek pengelolaannya senantiasa merujuk kepada Alqur’an dan Hadist Rasulullah SAW. Dan untuk itu struktur organisasi perusahaan pun dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI untuk mengawasi jalannya perusahaan agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.

Kedua, usaha MLM Syariah pada umumnya memiliki visi dan misi yang menekankan kepada pembangunan ekonomi nasional (melalui penyediaan lapangan kerja, produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan harga terjangkau, dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah di tanah air) demi meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan, dan meninggikan martabat bangsa.

Ketiga, sistem pemberian insentif disusun dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kesejahteraan. Dirancang semudah mungkin untuk dipahami dan dipraktekkan. Selain itu, memberikan kesempatan kepada distributornya untuk memperoleh pendapatan seoptimal mungkin sesuai kemampuannya melalui penjualan, pengembangan jaringan, ataupun melalui kedua-duanya.

Keempat, dalam hal marketing plan-nya, MLM Syariah pada umumnya mengusahakan untuk tidak membawa para distributornya pada suasana materialisme dan konsumerisme, yang jauh dari nilai-nilai Islam. Bagaimanapun, materialisme dan konsumerisme pada akhirnya akan membawa kepada kemubaziran yang terlarang dalam Islam.

Poin-poin penting dalam MLM Syariah

1. Niat

· Kasbil Halal (memperoleh penghasilan yang halal)

· Irtifah Ummah (mengangkat derajat ekonomi umat)

· Muamalah Islami (melakukan perniagaan secara Islami)

2. Prinsip: Sesuai dengan prinsip-prinsip Muamalah Islam

3. Orientasi: Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat

4. Komoditi: Halalan Thayiban (Halal lagi Baik)

5. Pembinaan: Tarbiyah, Ukhuwah, Dakwah bil Hal

6. Strategi Pemasaran: Akhlaqul Karimah, memenuhi rukun jual beli, ikhlas

7. Strategi Pengembangan Jaringan: Metode Silaturahmi dan Ukhuwah

8. Keanggotaan: Muslim dan Non Muslim, dengan syarat mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan

9. Sistem Pendapatan: Lebih adil dan mensejahterakan

10. Alokasi Pendapatan: Zakat, Infak, Sedekah (ZIS), dan Kemaslahatan Umat Islam

11. Sistem Pengelolaan: Amanah

12. Pengawas Syariah: Dewan Pengawas Syariah dari MUI Pusat