Monday, May 24, 2010

Sistem Informasi Manajemen Tabligh

A. Pengertian Sistem Informasi.

Kita sering mendengar dan sudah tak asing lagi dengan kata Sistem Informasi. Banyak yang berkaitan dengan makna dari sistem informasi,salah satunya yang berkaitan dengan teknologi. Dalam lingkup ini, sistem informasi berarti satu kesatuan data olahan yang terintegrasi dan saling melengkapi yang menghasilkan output baik dalam bentuk gambar, suara maupun tulisan. Mencakup hardware, brainware, dan software. Dalam istilah organisasi, sistem informasi berarti sistem yang saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan yang lain dan bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mengatur masalah yang ada. Dalam lingkup manajemen sistem informasi berarti sebuah proses yang menjalankan fungsi mengumpulkan, memroses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk sebuah kepentingan dan kebutuhan tertentu

B. Pengertian Manajemen Tabligh.

Seperti yang sudah dibahas pada makalah yang sebelumnya, dapat diambil pengertian dari manajemen tabligh adalah sebuah aturan atau tata cara bagaimana seseorang pemimpin bisa mengelola, menyajikan informasi, dan menjual informasi yang berkaitan dengan penyampaian syari’at islam kepada khalayak (how to manage, how to serve, how to sell)[1]. Bisa juga diartikan sebagai sebuah tata cara bagaimana mengelola atau mengatur dan menjalankan sesuai aturan untuk sebiah kegiatan tabligh. Dari mulai perencanaan, perngelolaan, menjalankan rencana, dan pengendalian atau pengawasan.

C. Sistem Informasi dalam Manajemen Tabligh.

Jika dikaitkan antara Manajemen Tabligh dan Pengertian Sistem Informasi diatas, Sistem Informasi Manajemen Tabligh dapat diartikan sebagai berikut: sebuah sistem yang terdiri dari berbagai proses atau tahapan untuk mengumpulkan, memroses,menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi yang berkenaan dengan penyebaran syari’at islam untuk dikelola dan disajikan kepada khalayak agar kegiatan ini menjadi tepat sasaran, efektif, dan efisien.

Sistem informasi dalam manajemen tabligh tak jauh berbeda dengan sistem informasi pada umumnya yang bisannya mencakup hardware,brainware, dan software. Pada manajemen tabligh, yang menjadi komponen hardware adalah lingkungan, seperangkat alat-alat informasi, dan lainnya yang berkaitan dengan dunia luar dari pelaksanaan tabligh. Sedangkan yang menjadi komponen brainware adalah seorang pemimpin dalam kegiatan tabligh, namun pemimpin disini bukan hanya berarti orang yang mempunyai kekuasaan penuh,tapi juga bagi mereka yang berjuan menggunakan pikirannya untuk mengadakan kegiatan yang efektif dan efisien pada mad’u atau konsumen. Dan yang terakhir, yang menjadi komponen software adalah materi yang akan disampaikan pada kegiatan tabligh,harus menyesuaikan dengan keadaan, situasi, dan kondisi lingkungan dari mad’u, seperti memilih penyebutan kata-kata dan mengangkat tema yang sedang hangat dibicarakan ditengah masyarakat luas, kemudian dari tema-tema tersebut dikaitkan dengan syari’at islam sehingga sang mad’u juga tidak merasa terpaksa untuk mengikuti saran-saran dan pesan dari kegiatan tabligh yang diselenggarakan.

Untuk menyampaikan informasi manajemen tabligh, harus didukung oleh beberapa syarat-syarat dari sebuah informasi,anatara lain:

1. Jelas dan lengkap,

2. Konsisten,

3. Up-to-date,

4. Jelas sasaran.

Maksud dari keempat syarat diatas adalah yang pertama sebuah informasi itu harus jelas dan lengkap, jelas apa yang akan disampaikan dan lengkap informasinya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman dari sasaran. Yang kedua sebuah informasi itu harus konsisten, informasi yang disampaikan harus benar,tidak berubah-ubah waktu dan tempat. Yang ketiga sebuah informasi itu harus up-to-date, seorang penyampai informasi harus memiliki wawasan yang cukup luas agar informasi yang disampaikan tidak terlalu dimakan waktu. Dan yang terakhir sebuah informasi harus jelas sasarannya,kepada siapa informasi itu ditujukan agar informasi itu tidak salah sasaran.

Dari pengertian sistem informasi, dapat diambil pengertian dari beberapa kata antara lain: mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan. Maksud dari kelima fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan : mencari berbagai referensi untuk menyampaikan sebuah informasi.

b. Memroses : menyusun satu demi satu dari berbagai referensi yang telah didapat hingga menjadi draft atau kerangka informasi yang siap untuk disampaikan.

c. Menyimpan : daya ingat yang dimiliki oleh sebuah penyaji informasi, harus memiliki daya ingat yang kuat,sehingga informasi yang disampaikan memiliki isi yang baik dan benar serta akurat.

d. Menganalisis : Mengevaluasi draft atau kerangka informasi yang siap disampaikan untuk disampaikan selanjutnya; dan yang terakhir

Menyebarkan : menyajikan informasi yang telah melalui beberapa tahap diatas,sebuah informasi yang memiliki isi yang jelas dan tepat serta akurat dan memiliki isi yang berbobot sehingga menarik untuk didengarkan oleh khalayak.


[1] Drs. Hasanudin, MA. Manajemen Dakwah, UIN Jakarta Press, Cetakan I, Desember 2005, halaman 70.

Mu'allim KH. Syafi'i Hadzami


RIWAYAT SINGKAT MU’ALLIM K.H.Muh. SYAFI’I HADZAMI

I. Biografi

Lahir pada tanggal 12 Ramadhan 1349 H atau bertepatan dengan 31 Januari 1931 M dengan nama Muhammad Syafi’i Hadzami,anak pertama pasangan Bapak Muhammad Saleh Raidi dan Ibu Mini di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat[1]. Ayah Syafi’i adalah seorang Betawi asli, sedangkan ibunya berasal dari daerah Citeureup Bogor. Ayahnya adalah seorang pekerja pada perusahaan minyak asing di Sumatera Selatan. Dua tahun kemudian, setelah Syafi’i lahir, ayahnya pulang ke kampung halaman dan tidak pernah kembali lagi bekerja di perusahaan minyak asing. Ayahnya kemudian bekerja sebagai penarik bendi. Pada tahun 1933 Muhammad Syafi’i tinggal bersama kakek Husin di Batutulis XIII,Pecenongan. Syafi’i mulai diajak kakeknya untuk mengaji dan membaca ditempat kakeknya mengajar mengaji. Kakeknya juga selalu mengajak Syafi’i kecil untuk sholat berjamaah. Syafi’i kecil belajar mengaji kepada teman-teman kakeknya mengajar mengaji,antara lain Kyai Abdul Fatah dan Bapak Sholihin yang ada di musholla tempat kakeknya mengajar,sehinggan saat ini musholla tersebut diberi nama Raudhatus Sholihin[2].

Mu’allim juga memiliki hobi mengoleksi batu cincin,memelihara ayam pelung dan memelihara burung. Hobi mengoleksi cincin didapatkan dari gurunya, Guru Mahmud Romli sewaktu menuntut ilmu agama. Selain sebagai koleksi,ada juga batu cincin yang diperdagangkan kepada orang lain. Mua’llim juga suka berbagai makanan,beliau bukan orang yang rewel saat disuguhkan makanan. Hanya satu yang kurang disukai,yaitu daging ayam,karena ayam yang disembelih dipasar masih diragukan tatacara penyembelihannya. Makanan kesukaan Mu’allim adalah soto kaki dan sop. Saat majelis ta’lim,beliau juga senang makan dengan sate,sop dan durian.

II. Pendidikan

Sejak kecil,tepatnya tahun 1935 Syafi’i mulai belajar mengaji kepada kakeknya sendiri,Kakek Husin. Ia belajar kepada kakeknya hingga kakeknya wafat pada tahun 1944. Kemudian pada tahun 1936 Syafi’i masuk ke sekolah dasar HEI (Hollandche Engels Instituut) yang terletak dijalan Ketapang. Sebelum berangkat sekolah, Syafi’i selalu berdagang kue buatan neneknya dengan berkeliling kampungnya selama kurang lebih 2 tahun. Pada tahun 1940 Syafi’i mengkhatamkan Al-Quran dan mulai membantu mengajar teman-temannya. Namun Syafi’i juga tetap belajar Al-Quran kepada Bapak Sholihin. Selain belajar Al-Quran Syafi’i juga belajar lughah,nahwu dan shorof kepada Bapak Sholihin. Kemudian pada tahun 1942 Syafi’i lulus dari HEI. Setelah lulus dari HEI,Syafi’i mulai mengikuti kursus stenografi[3] dan pembukuan.

Pada tahun 1948 Syafi’i menikah dengan gadis tetangganya di Batutulis bernama Nonon yang dikemudian hari dipanggil dengan panggilan Hajjah Siti Khiyar. Pada saat menikah,Syafi’i telah tinggal di Kemayoran. Masih pada tahun 1948 juga Syafi’i mulai belajar resmi pada Guru Sa’idan didaerah Kemayoran. Syafi’i mempelajari ilmu tajwid, ilmu nahwu dengan kitab pegangan Mulhatul-I’rab dan ilmu fiqih dengan kitab pegangan Ats-Tsimarul-Yani’ah yang merupakan syarah atas kitab Ar-Riyadul-Badi’ah. Guru Sa’idan pun menyuruh Syafi’i untuk belajar kepada guru lain,diantaranya Guru Ya’kub Sa’idi (Kebon Sirih). Syafi’i belajar kepada Sa’idan hingga tahun 1953 atau sekitar 5 tahun dan mulai belajar kepada Guru Ya’kub Sa’idi selama 5 tahun juga dari 1950-1955. Pada Guru Ya’kub, Syafi’i mengkhatamkan kitab Idhahul-Mubham, Darwisy Quwaysini,dan lain-lain. Hingga pada akhirnya Syafi’i dipanggil dengan sebutan Mu’allim Syafi’i dikarenakan banyaknya ilmu yang dikuasai oleh Syafi’i[4].

Setelah belajar kepada Guru Ya’kub, Mu’allim kembali belajar kepada K.H. Mahmud Romli (Guru Mahmud) mengaji kitab Ihya-Ulumiddin (tasawuf) dan Bujairimi (fiqih) hingga wafatnya Guru Mahmud pada tahun 1959.

Pada tahun 1951 Mu’allim dikaruniai seorang putra pertama bernama Ahmad Chudlory (yang kini menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PPP). Pada tahun 1953 selama kurang lebih 5 tahun Mu’allim berguru kepada K.H. Mukhtar Muhammad di Kebon Sirih yang tak lain adalah mertuanya sendiri dan juga murid dari Guru Ya’kub. Kitab yang dipelajari adalah kitab Kafrawi (dalam ilmu nahwu).

Pada tahun 1956 Mu’allim bekerja di RRI sebagai pegawai negeri. Tugasnya adalah di bagian transcription service,yaitu bagian rekaman musik-musik. Pada tahun 1958 Mu’allim kembali belajar kepada Habib Ali bin Husein al-Aththas (Habib Ali Bungur) hingga beliau wafat pada tahun 1976. Mu’allim banyak sekali mengaji kitab kepada beliau. Biasanya sebelum berangkat ke RRI,Mu’allim datang ke tempat Habib Ali Bungur dan membaca kitab dihadapannya. Kemudian sekitar tahun 1960, Mu’allim meminta rekomendasi atas karangannya kepada Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) yang berjudul al-Hujajul-Bayyinah (argumentasi-argumentasi yang jelas). Dan setelah melihat karangannya itu, Habib Ali Kwitang memberikan rekomendasinya dalam bahasa arab dan juga memberikan sebuah Al-Quran,tasbih,serta uang sebesar 5.000 rupiah kepada Mu’allim yang pada saat itu uang sebesar 5.000 sangat lumayan besar jumlahnya.

Sejak saat itu hingga sekarang,Mu’allim Syafi’i mempunyai banyak murid namun yang terdekat dengan Mu’allim adalah antara lain K.H. Sabilar Rasyad, H. A. Sukmadibrata, Ustadz H. M. Ali Samman, H. Muhammad Erwin Indrawan (murid sekaligus anak angkat Mu’allim), K.H. M.S. Zawawi,dan lain-lain[5].

III. Karya Ilmiah

Kita patut menyambut gembira kehadiran karya-karya Mu’allim yang manfaatnya telah dirasakan dan diakui oleh banyak orang,baik dari kalangan ulama maupun orang-orang awam. Hingga ,hingga akhir hayatnya sudah puluhan karya-karya yang dihasilkan Mu’allim. Pada umumnya,karya-karya beliau berupa risalah-risalah kecil dengan bahasa Indonesia yang ditulis dengan tulisan Arab,kecuali kitab Taudhihul-Adillah. Walaupun secara fisik karya-karya beliau terlihat sederhana,bahasanya pun juga sederhana tetapi mater-materi yang ditulisnya adalah tema-tema penting yang dibutuhkan masyarakat luas. Bahkan mereka-mereka yang telah berilmu tinggi pun masih perlu untuk membacanya,terkadang risalah-risalah karya Mu’allim adalah berisi mengenai tanggapan-tanggapan atas persoalan-persoalan yang sedang ramai dibicarakan. Diantara karya-karya beliau adalah sebagai berikut[6]:

1. Kitab Taudhihul-Adillah (penjelasan dalil-dalil)[7]

2. Kitab Sullamul-‘Arsy fi Qiraat Warsy. Kitab ini disusun pada saat Mu’allim berusia 25 tahun dan selesai pada tanggal 24 Dzulqa’dah tahun 1376 H (1956 M). Risalah setebal 40 halaman ini berisi qaidah-qaidah khusus pembacaan Al-Quran menurut Syekh Warasy dan terdiri dari satu mukadimah,sepuluh mathab (pokok pembicaraan) dan satu khatimah (penutup)

3. Kitab Qiyas Adalah Hujjah Syar’iyyah. Dalam risalah ini dikemukakan dalil-dalil dari Al-Quran,hadits dan ijma’ ulama yang menunjukkan bahwa qiyas merupakan salah satu hujjah-hujjah syariah. Risalah ini selesai disusun pada tanggal 13 Shafar 1389 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1969 M.

4. Kitab Qabliyyah Jum’at. Kitab ini berisi tentang kesunatan sholat sunah qabliyah pada sholat jum’at dan hal-hal yang berkait dengannya. Dalam risalah ini dikemukakan nash-nash Al-Quran,hadits dan fuqaha.

5. Kitab Shalat Tarawih. Didalam kitab ini terdapat penjelasan mengenai dalil-dalil dari hadits dan keterangan para ulama yang berkaitan dengan sholat tarawih,dari mulai pengertian,ikhtilaf tentang jumlah rakaatnya,cara pelaksanaannya dan lain-lain.

6. Kitab ‘Ujalah Fidyah Shalat. Kitab yang ditulis pada tahun 1977 ini membahas khilaf tantang pembayaran fidyah untuk seorang muslim yang telah meninggal dunia yang di masa hidupnya pernah meninggalkan beberapa waktu sholat fardhu.

7. Kitab Mathmah ar-Ruba fi Ma’rifah ar-Riba. Kitab ini membahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan riba,seperti hukum riba,benda-benda rabawi,jenis-jenis riba, bank simpan pinjam,deposito,dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis pada yanggal 7 Muharram 1397 (1976 M)[8].

IV. Kontribusi Dakwah

Mengajar adalah pilihan hidup dari seorang Syafi’i Hadzami. Pada beberapa tahun lalu sempat terjadi konflik kepentingan antara mengajar dan berdagang,dan pada akhirnya Mu’allim memilih untuk mengutamakan mengajar. Keputusan itu memang sesuai dengan panggilan jiwanya. Mengajar dilakukan dengan sangat tekun dan sungguh-sungguh. Penguasaannya handal. Ia memahami dan menguasai persoalan-persoalan agama dengan baik. Selebihnya adalah kearifan yang mungkin muncul dari pengalaman ilmunya. Artinya,selain menguasai ilmu,yang bersangkutan juga mengamalkannya dengan suatu corak pengalaman tertentu.

Telah banyak majlis-majlis ta’lim yang dipimpin oleh Mu’allim,dan diakui kebesarannya oleh para muridnya. Ada beberapa keagungan beliau yang disebutkan oleh muridnya,antara lain:

1. Ketelitian

2. Ketekunan

3. Kesabaran,dan

4. Kecerdasan dan daya ingat.

Berikut adalah daftar nama-nama majelis-majelis ta’lim yang pernah dipimpin oleh beliau:

1. Al-Himmatul ‘Aliyah (Cempaka Putih)

2. Baitul Muta’ali (Cipadu,Tangerang)

3. Al-Barokah (Kepu Dalam)

4. At-Taqwa (Kemayoran)

5. Al-Awwabin (Jalan Spoor Dalam)

6. Ni’matul Ittihad (Pondok Pinang,Ciputat Raya)

7. Al-Istiqomah (Cempaka Baru)

8. Yayasan At-Taqwa (Jakpus)

9. Sholatihah (Kemayoran)

10. As-Sa’adah (Simprug)

11. Riyadhul Jannah (Pd. Bambu,Jaktim)

12. Al-Mubarok (Condet)

13. Al-Hidayah (Kemanggisan)

14. At-Ta’ibin (Senen,Jakpus)

15. Az-Zawiyah (Kediaman Mu’allim Syafi’i Hadzami)

16. Al-Mabrur (Tanah Tinggi,Jakpus)

17. Al-Asyirotusy Syafi’iyah (Kp. Dukuh,Kebayoran Lama)

18. As-Surur (Kebon Jeruk)

19. Ad-Dirosatul ‘Ulya lit-Tafaqquh fid-Din (Kp. Dukuh,Kebayoran Lama)

20. Himmatul Masakin (Kebayoran Baru)

21. An-Nizhomiyyah (Cipulir)

22. Khoirul Biqo (Jakpus)

23. Al-Manshuriyyah (Jembatan Lima)

24. Al-Muhsinin (Kemayoran,Jakpus)

25. Al-Ma’mur (Tanah Abang,Jakpus)

26. At-Taqwa (Kby. Baru)

27. Al-Ma’ruf (Grogol)

28. Al-Falah (Kemayoran,Jakpus)

29. ‘Isyatur-Rodhiyyah (Johar Baru,Jakpus)[9]

V. Mu’allim Wafat

Pada pagi hari, ahad 7 Mei 2006, selepas Mu’allim mengajar di Masjid Pondok Indah, beliau mengeluh sakit pada jantungnya. Akhirnya dalam perjalanan menuju RSPP Pertamina, beliau kembali berpulang ke pangkuan Allah dengan Husnul Khotimah. Banyak para muridnya yang terkejut mendengar berita tersebut. Tak hentinya mereka datang ke kediaman Mu’allim di daerah Kebayoran, untuk mensholati dan mendo’akan kepergian beliau. Bahkan disebutkan sholat jenazah dilakukan tak putusnya mulai dari siang sampai malam hari. Sungguh ketika itu Ummat Islam, khususnya di Indonesiatelah kehilangan putra terbaiknya[10].


[1] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal. 281.

[3] Stenografi adalah cara menulis ringkas dan cepat yang biasanya dipakai untuk menyalin pembicaraan. Ada banyak sistem stenografi di dunia, tergantung pada konvensi yang dipakai untuk mengkonversi tiap alfabet.

[5] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal.223-255.

[6] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal.107

[7] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal.109

[8] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal.126-127

[9] Ali Yahya, S.Psi, Sumur Yang Tak Pernah Kering. Jakarta: Yayasan Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah. 1420 H/1999 M hal. 311-313

Inflasi dalam Perspektif Islam


A. Sejarah Inflasi Konvensional dan Sejarah Inflasi Islam.

1. Sejarah Inflasi Konvensional

Inflasi seringkali berbentuk kenaikan tingkat harga secara gradual daripada ledakan kekacauan ekonomi. Di Eropa, inflasi terjadi karena revolusi harga yang terjadi sepanjang beberapa abad, Kenaikan harga sangat cepat pada beberapa bahan-bahan mentah terutama makanan. Kenaikan harga pertama kali tampak di negara Italia dan Jerman sekitar tahun 1470 M. Kemudian inflasi makinmenyebar luas,dimulai dari negara Inggris dan Perancis pada tahun 1480-an,lalu meluas ke semenanjung Iberia pada dekade selanjutnya,kemudian pada tahun 1500-an inflasi mulai menyerang Eropa bagian Timur. Kenaikan terjadi sampai 700 % selama 170 tahun atau 1,2 % pertahun sementara gaji hanya naik setengahnya, sehingga masyarakat mengalami goncangan akibat tekanan inflasi. Apa yang menyebabkan inflasi terjadi, tidak ada sebab utama yang dapat disalahkan. Semua adalah akibat gabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, biaya tenaga kerja yang tinggi, pengangguran, kemewahan yang berlebihan, dan sebab-sebab yang lainnya, seperti perang yang berkepanjangan dan pemogokan kerja[1]. Fenomena seperti ini diamati oleh A.W. Phillips[2] pada tahun 1958 dan menemukan bahwa terdapat hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran yaitu, Semakin rendah tingkat pengangguran, maka tingkat inflasi akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengangguran, maka tingkat inflasi akan semakin rendah atau bahkan bisa terjadi inflasi yang negatif (deflasi)[3].

2. Sejarah Inflasi Islam

Inflasi dalam Islam mulai terjadi pada masa Al-Maqrizi (1364-1442). Pada masa hidupnya,beliau dikenal sebagai seorang pengkritik keras kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan pemerintahan Bani Mamluk Burji yang dianggapnya sebagai malapetaka yang menghancurkan Mesir. Perilaku para penguasa-penguasanya benar-benar menyimpang dari ajaran-ajaran agama dan moral,yang telah menyebabkan krisis ekonomi yang sangat parah dan didominasi oleh inflasi dan diperburuk dengan merebaknya wabah penyakit menular yang melanda Mesir dalam beberapa waktu. Situasi ini menginspirasi Al-Maqrizi untuk mempresentasikan pandangannya terhadap sebab-sebab krisis dalam sebuah karyanya yang berjudul Ighatsah Al-Ummah bi Kasyf Al-Ghummah[4].

B. Teori Inflasi Konvensional dan Teori Inflasi Islam.

1. Teori Inflasi Konvensional

Inflasi mempunyai penegrtian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Dari pengertian ini,inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat,melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut.

2. Teori Inflasi Islam

Pengertian inflasi konvensional tidak berbeda dengan inflasi islam,hanya dalam teori inflasi islam dijelaskan oleh Al-Maqrizi inflasi disebabkan oleh dua faktor,yaitu:

a. Inflasi Alamiah (Natural Inflation)

Inflasi Alamiah adalah inflasi yang terjadi secara alami,bukan disebabkan oleh berbagai macam penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa negara. Misalnya ketika suatu bencana banjir terjadi,maka akan terjadi gagal panen diberbagai sawah sehingga terjadi kelangkaan bahan makanan dan meningkatnya harga bahan makanan.

Bahkan dampak dari inflasi alamiah ini adalah inflasi ini terus terjadi secara berkesinambungan karena merupakan implikasi dari bencana alam tersebut yang mengakibatkan kacaunya aktifitas ekonomi dibidang produksi barang/bahan makanan. Kelangkaan bahan makanan dan kenaikan harga barang ini akan turut berakibat pada meningkatnya upah dan gaji pekerja[5].

b. Inflasi Kesalahan Manusia (Human Error Inflation)

Inflasi ini disebabkan secara sengaja karena kesalahan manusia,antara lain korupsi dan administrasi yang buruk,pajak yang berlebihan dan percetakan uang untuk maksud menarik keuntungan yang berlebihan[6]. Korupsi sudah sering terjadi diberbagai negara,termasuk di Indonesia sendiri. Perbuatan korupsi sungguh sedah mencerminkan buruknya moral para petinggi-petinggi negara. Para petinggi tersebut menggunakan jabatan mereka sebagai sebuah ‘sarana’ untuk melakukan tindak korupsi. Perbuatan ini sungguh sangat merugikan negara dan masyarakat karena semua sektor telah dikuasai oleh para koruptor dan menyebabkan berkurangnya secara drastis para tenaga kerja Indonesia.

Sedangkan pajak yang berlebihan adalah penerapan sistem pajak pada setiap usaha yang digeluti oleh masyarakat,dan pajak yang diterapkan melebihi dari standar tiap-tiap produk yang dihasilkan,hal ini sangat merugikan para tenaga kerja dan para pengusaha-pengusaha lokal,seperti petani. Hasil panen yang dijual tidak seberapa dibanding pajak yang hartus dibayar,hal ini menyebabkan segannya petani untuk bekerja dan merendahnya jumlah pasokan bahan pangan dan terjadi kelangkaan sehingga terjadi kenaikan harga.

Dan yang terakhir adalah percetakan mata uang yang tidak sesuai dengan sirkulasinya secara umum. Percetakan yang berlebihan ini dimaksudkan untuk melakukan tindak inflasi. Makin banyak uang yang dicetak,maka makin banyak uang yang harus dihargai pada setiap barang,dan terjadi kenaikan harga secara besar-besaran.

[1] A. Karim, Ir. Adiwarman, Ekonomi Makro Islam, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2007, halaman 134.

[2] Seorang ekonom asal New Zealand.

[4] Hasannudin, Drs., MA, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta, Lembaga Pengesahan FIDKOM, 2008, halaman 92.

[5] idem