BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (PIHI) Tahun 2010
Pada tahun 2010, kuota
haji Indonesia mencapai 221.000 orang dengan pembagian PIH reguler sebanyak
197.500 orang dan PIH khusus sebanyak 23.500 orang. Adapun jumlah kuota yang
terserap sebanyak total 220.041 orang dengan perincian PIH reguler sebanyak
196.606 orang dan PIH khusus sebanyak 23.435 orang,dengan demikian jumlah calon
jamaah yang batal berangkat sebanyak 959 orang yang diakibatkan oleh beberapa
sebab seperti sakit, meninggal dunia, menunda keberangkatan karena muhrimnya
wafat dan lain-lain.[1]
Pada tahun 2010 pemerintah selaku pelaksana PIH menggunakan
jasa armada udara dari Garuda Indonesia dan Saudi Arabia Airlines sebagai
transportasi embarkasi. Untuk
penyewaan pemondokan di Arab Saudi, Dirjen PHU membentuk Tim Penyewaan
Perumahan dan Pengadaan Katering Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi tahun
1430H/2009M melalui SK Dirjen PHU No. D/29 Tahun 2010. Tim berjumlah 11 orang
yang terdiri dari unsur Ditjen PHU, Sekretariat Jenderal Kementerian Agama,
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, dan KJRI Jeddah. Pembentukan tim
dilakukan lebih dini untuk mengantisipasi kesulitan memperoleh pemondokan
seperti yang dialami tahun sebelumnya.[2]
Setibanya di tanah suci, seluruh jemaah haji memperoleh
akomodasi selama berada di Makkah, dan ditempatkan di pemondokan sebanyak 380
gedung/rumah dengan total kapasitas 202.148 orang, termasuk untuk keperluan
ruang pelayanan Kloter, ruang kantor sektor dan BPHI Sektor, selisih distribusi
per maktab, dan cadangan sebesar 1% dari total jumlah jemaah haji.
Penempatan jemaah di Makkah mengacu kepada hasil Qur'ah
Maktab yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 s.d. 29 September 2010.
Pengendali dan pelaksana penempatan jemaah di pemondokan dilakukan oleh 11
sektor, pelaksanaannya berkoordinasi dengan 71 Maktab, masing-masing Maktab
melayani 2.750 – 3.000 jemaah haji. Sedangkan untuk pelayanan akomodasi jemaah
haji di Madinah dilakukan oleh 13 Majmuah untuk 494 Kloter, jumlah jemaah
sebanyak 198.192. Penempatan jemaah di wilayah Markaziyah sebanyak 467 Kloter,
jumlah jemaah 187.272 (94,49%), dan di wilayah Non Markaziyah sebanyak 27
Kloter, jumlah jemaah 10.920 (5.51%). Sementara untuk penyediaan tempat untuk
jamaah transit pada saat kepulangan jemaah haji melalui Bandara King Abdul Aziz
International Airport (KAIA) Jeddah ditempatkan di hotel transit, dengan
layanan tiga kali makan, pengangkutan bagasi, transportasi ke bandara dan city
tour.
Hal selanjutnya adalah mengenai keamanan dan kenyamanan
untuk jamaah haji Indonesia selama PIH berlangsung, mengingat sering terjadinya
penipuan, pencopetan, kehilangan uang dan barang berharga, Pemerintah menyewa
pemondokan yang memiliki safety box dan memberikan santunan kehilangan. Di
samping itu, Pemerintah menempatkan petugas Polri yang memiliki latar belakang
Reskrim dibantu TNI melakukan patroli keliling, Mereka ini tidak menggunakan
seragam petugas.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan keamanan
bagi jemaah haji telah direkrut petugas keamanan sebanyak 30 orang dari unsur
TNI/Polri yang memiliki latar belakang kemampuan di bidang Reskrim untuk
memudahkan koordinasi dengan pihak Arab Saudi.
Selanjutnya mengenai pelayanan katering dan kesehatan
jamaah haji Indonesia adalah antara lain jemaah haji mendapat pelayanan
katering pada saat kedatangan dan kepulangan di Bandara KAIA masing-masing 1
boks, di pemondokan Madinah sebanyak 18 boks, Arafah 4 kali, Muzdalifah 1 boks
makanan ringan, Mina 11 kali dan di hotel transito Jeddah 3 kali. Secara umum
pelayanan katering dapat berjalan dengan baik, meskipun demikian terdapat
beberapa kendala khususnya di Madinah dan Arafah Mina.[3]
Untuk penyiagaan penanganan kesehatan, pada tahun 2010
Kementerian Kesehatan RI menyiapkan BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) baru
di Madinah dan pada tahun sebelumnya menyiapkan BPHI di Makkah yang setara
dengan Rumah Sakit Tipe C.
Tenaga Kesehatan yang menyertai jemaah haji dikloter
berjumlah 3 orang (1 dokter dan 2 para medis). Untuk tenaga kesehatan di PPIH
berjumlah 306 orang yang terdiri dari tenaga dokter umum, dokter spesialis,
dokter gigi, apoteker, para medis, sanitarian & surveilans serta penunjang
medis.[4]
B.
Deskripsi
Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (PIHI) Tahun 2011
1.
Kuota
Haji 2011
Pada tahun 2011, kuota
haji Indonesia yang ditetapkan dalam Memorandum
of Understanding (MoU) antara Menteri Agama dengan Menteri Haji Saudi
Arabia yang dilaksanakan pada bulan April 2011 di Jeddah adalah berjumlah
sebanyak 211.000 jamaah dengan perhitungan yang sama yakni menggunakan rumus
1/1000 (satu permil) dari penduduk Muslim,dan sudah termasuk petugas daerah
(TPHD dan TKHD).[5]
Kemudian pemerintah Indonesia melakukan permohonan kepada pemerintah Arab Saudi
terkait penambahan kuota secara tidak tetap sejumlah 10.000 jamaah,sehingga
total kuota menjadi 221.000 jamaah Namun karena beberapa sebab seperti
meninggal dunia, sakit, dinas, penundaan paspor dan visa dan lainnya,jumlah
jamaah haji Indonesia pada tahun 2011 menjadi 202.343 jamaah haji yang terdiri
dari 199.848 jamaah dan 2495 petugas haji.[6]
Jumlah 202.343 jamaah
haji Indonesia ini berasal dari berbagai profesi, usia dan jenjang pendidikan,
seperti yang tertera dalam tebel-tabel berikut:
No.
|
Pekerjaan
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
|
38.563
|
19,06%
|
2
|
TNI/POLRI
|
1.785
|
0,88%
|
3
|
Pedagang
|
14.287
|
7,06%
|
4
|
Petani
|
28.013
|
13,84%
|
5
|
Ibu Rumah Tangga
|
44.523
|
28,48%
|
6
|
Pegawai Swasta
|
57.625
|
22,00%
|
7
|
Pelajar/Mahasiswa
|
1.909
|
0,94%
|
8
|
Pegawai BUMN/BUMD
|
4.155
|
2,05%
|
9
|
Lain-lain (Wirausaha, Buruh)
|
11.483
|
5,68%
|
Total
|
202.343
|
100%
|
Tabel 1.
Berdasarkan jenis pekerjaan/profesi (termasuk petugas kloter)
No.
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
Sekolah Dasar
|
73.014
|
36,08%
|
2
|
Sekolah Menengah Pertama
|
25.802
|
12,39%
|
3
|
Sekolah Menengah Atas
|
49.210
|
24,32%
|
4
|
Sarjana Muda
|
14.827
|
7,32%
|
5
|
S1
|
33.658
|
16,63%
|
6
|
S2
|
6.021
|
2,97%
|
7
|
S3
|
432
|
0,21%
|
8
|
Lain-lain (D4, D3, D2, D1)
|
99
|
0,04%
|
Total
|
202.343
|
100%
|
Tabel 2.
Berdasarkan jenjang pendidikan (termasuk petugas kloter)
No.
|
Usia
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
0 – 10
|
0
|
0%
|
2
|
11 – 20
|
579
|
0,29%
|
3
|
21 – 30
|
5.725
|
2,83%
|
4
|
31 – 40
|
26.653
|
13,17%
|
5
|
41 – 50
|
57.884
|
28,61%
|
6
|
51 – 60
|
63.240
|
31,25%
|
7
|
61 – 70
|
34.063
|
16,83%
|
8
|
71 – 80
|
11.460
|
5,66%
|
9
|
81 – 90
|
2.625
|
1,30%
|
10
|
>90
|
114
|
0,06%
|
Total
|
202.343
|
100%
|
Tabel 3.
Berdasarkan usia (termasuk petugas kloter)
2.
Pemberangkatan
(Embarkasi) dan Transportasi Udara
Pada proses
pemberangkatan (embarkasi), 202.343 jumlah jamaah yang terbagi menjadi 503
kloter,sebagian besar tepat waktu dan sebagian kecilnya terlambat kurang dan
lebih dari 4 jam dengan rincian on time performance
(OTP) 445 kloter tiba cepat dan tepat waktu, 46 terlambat kurang dari 4 jam dan
12 kloter terlambat lebih dari 4 jam. Proses embarkasi menggunakan jasa 2 pihak
maskapai penerbangan,yakni PT. Garuda Airlines dengan kontrak kerja Nomor:
Dt.VII.II/4/Hj.00/7125/2011 dan Nomor: DS/PERJ/D2-3358/2011 tanggal 13
September 2011,ditetapkan bahwa PT. Garuda Airlines mengangkut jamaah haji yang
berasal dari embarkasi Banda Aceh, Palembang, Solo, Balikpapan, Banjarmasin,
Makassar, Jakarta (khusus Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Lampung). Dan Saudi
Arabia Airlines dengan kontrak kerja Nomor: Dt.VII.II/4/Hj.00/7126/2011 dan
Nomor: 11173227/115-158/SET/11 tanggal 13 September 2011 ditetapkan bahwa Saudi
Arabia Airlines mengangkut jamaah haji embarkasi dari Batam, Jakarta (khusus
Provinsi Jawa Barat) dan Surabaya.[7]
3.
Pemondokan
Mengenai spesifikasi
pemondokan,Ditjen PHU membentuk Tim Penyewaan Perumahan dan Pengadaan Katering
Jamaah Haji Indonesia (TP3KJHI) melalui SK Dirjen PHU No. D/8 Tahun 2011. Tim
tersebut berjumlah 19 orang yang terdiri dari unsur Ditjen PHU, Inspektorat
Jenderal Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan dan
KJRI Jeddah. Pelaksanaan tugas tersebut berdasarkan Peraturan Dirjen PHU No.
D/3tahun 2011 tentang Pedoman Penyewaan dan Pengadaan Katering Jamaah Haji
Indonesia. Total jumlah rumah yang disewa untuk penempatan di kota Makkah pada
tahun 2011 berjumlah 338 rumah pemondokan dengan total kapasitas 210.868
jamaah,namun pada pelaksanaannya menjadi 322 rumah sewa dengan total kapasitas
205.350 jamaah. Pengurangan ini diakibatkan karena pembatalan oleh pemilik
sejumlah 9 rumah dengan kapasitas 3486 jamaah. Jumlah 322 rumah sudah termasuk
7 rumah cadangan dengan kapasitas 2002 jamaah. Sedangkan untuk penempatan di
kota Madinah,semua jamaah tertampung di wilayah Markaziyah[8]
dengan total kapasitas 201.000 jamaah,mengalami peningkatan 5,51% dari tahun
2010 dengan jumlah 94,49% di wilayah Markaziyah dan 5,51% masih di wilayah
Non-Markaziyah.
Untuk hotel transit di
Jeddah dengan layanan tiga kali makan, pengangkutan barang, transportasi ke
bandara dan city tour menggunakan
penyewaan hotal sebanyak 11 hotel bintang 4 atau yang setara bintang 4 dengan
total jamaah 151.894.
4.
Katering
Haji
Untuk penanganan
katering, Ditjen PHU melakukan kerja sama dengan 18 perusahaan dengan total
kapasitas 201.979 selama di Armina (Arafah dan Mina). Pada fase I (kedatangan)
disediakan 1 box katering dan didistribusikan kepada jamaah saat didalam bis
dan pada fase II diberikan saat di bandara di Jeddah dengan menggunakan penutup
kertas milky board yang diatasnya
tertulis batas akhir waktu konsumsi dan tanggal produksi makanan. Kemudian
untuk di Madinah, Ditjen PHU melakukan kerja sama dengan 15 perusahaan katering
dengan jumlah kapasitas 194.000 jamaah.[9]
5. Transportasi Darat (Armada Bis)
Kemudian terkait
transportasi darat selama di tanah suci,disediakan 58 armada bis untuk
mengangkut jamaah haji Indonesia menuju Masjidil Haram yang tinggal di
pemondokan dengan jarak di atas 2000 meter. Penyediaan armada bis disediakan
oleh perusahaan SAPTCO yang telah menjalin kerja sama dengan pemerintah
Indonesia.[10]
6.
Kesehatan
Jamaah Haji
Terkait aspek kesehatan,
Ditjen PHU menyediakan Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Makkah dan
Rumah Sakit Tipe C di Madinah dengan total daya tampung 200 pasien dan
dilengkapi 28 armada ambulans. Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) tahun
2011 berjumlah 1.497 yang menyertai jamaah dan di PPIH berjumlah 306 yang
terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, paramedis,
sanitarian, surveilans dan penunjang medik. Pada tahun 2011, jamaah haji yang
meninggal tercatat mencapai 537 orang yang disebabkan oleh berbagai penyakit
seperti infeksi dan gangguan pernafasan, organ pembuluh darah, sistem saraf,
sistem sirkulasi, pencernaan, stroke dan lainnya. Sedangkan untuk jamaah yang
sakit hingga proses debarkasi kloter terakhir, tercatat ada 45 orang yang
ditunda pemulangannya hingga kondisinya pulih dan dipulangkan secara bertahap.
7.
Keamanan
dan Perlindungan Jamaah Haji
Pada musim haji tahun
2011,juga masih terdapat beberapa kasus terkait keamanan dan perlindungan
jamaah haji Indonesia,seperti yang terjadi adalah pencopetan, jamaah yang lupa,
penipuan dan lain-lain. Kejadian ini terjadi di beberapa tempat seperti masjid
dan di pemondokan. Untuk di pemondokan,penyedia rumah juga telah menyediakan safety box untuk menyimpan barang-barang
berharga,juga setiap rumah sudah dijaga oleh petugas keamanan,namun jumlahnya
yang masih belum mencukupi. Penggunaan safety
box pun juga masih diacuhkan oleh sebagian kecil jamaah. Namun sebagai
gantinya,pemilik rumah melakukan penggantian untuk barang yang hilang,baik itu
di Makkah maupun di Madinah. Adapun
terkait jumlah kasus yang disebabkan oleh pencopetan,lupa,penipuan dan sebab
lainnya, mencapai total 78 kasus dengan total kerugian Rp. 338.698.500,- dan SR
62.178 serta 31 barang yang hilang.[11]
8.
Pemulangan
(Debarkasi)
Pada proses akhir dalam
PIH adalah pemulangan (debarkasi),dari tahun ke tahun selalu ada sedikit kasus
tentang keterlambatan dan jamaah yang tertunda debarkasinya. Hal itu tentunya
disebabkan keterlambatan teknis dari pihak maskapai,sehingga menyebabkan jamaah
haji Indonesia menjadi terlantar berjam-jam lamanya. Pada tahun 2011 lalu, keterlambatan
debarkasi menyebabkan masih banyaknya kloter yang tiba kembali di Indonesia.
Dari 503 kloter,terdapat 298 kloter yang mencapai target OTP atau sebesar
54,50%. Sebagian besarnya lagi atau 205 masih terlambat dengan rincian 160
kloter terlambat kurang dari 4 jam,dan 45 kloter lainnya terlambat lebih dari 4
jam. Sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pihak maskapai dengan
Ditjen PHU bahwa keterlambatan baik itu pada embarkasi maupun debarkasi yang
lebih dari 4 jam akan disediakan konsumsi atau makanan ringan untuk jamaah haji
Indonesia,dan jika lebih dari 6 jam kemungkinan besar harus disediakan
penginapan untuk menunda kepulangan jamaah haji Indonesia di keesokan harinya.
C.
Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh
Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia Tahun 2010 dan 2011
Dalam setiap kegiatan baik itu berskala besar maupun berskala
kecil,ada beberapa aspek yang patut dilakukan agar kegiatan itu terlaksana
dengan hasil yang memuaskan,tak terkecuali dalam proses penyelenggaraan ibadah
haji oleh pemerintah Indonesia,yang dalam hal ini dipertanggung jawabkan oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia (Kemenag RI).
Beberapa aspek tersebut tak lain adalah dalam hal terkait
perencanaan (planning),
perngorganisasian, pelaksanaan, pengwasan, analisis data temuan, dan evaluasi
dari kesemua proses pelaksanaan kegiatan tersebut. Perencanaan (planning)
adalah proses penyusunan rencana strategis untuk sebuah kegiatan guna mencapai
tujuan bersama. Pengorganisasian (organizing) adalah proses penyusunan struktur
kerja sesuai dengan kemampuan setiap pelaku kerja. Pelaksanaan (actuating)
adalah aplikasi dari proses perencanaan dan pengorganisasian sebagai langkah
konkrit mencapai tujuan bersama. Pengawasan (controlling) adalah proses
pemantauan kerja dalam melaksanakan ketiga aspek sebelumnyam; perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan untuk menghasilkan sebuah rangkuman akhir
kegiatan untuk di evaluasi bersama. Keempat hal tersebut adalah salah satu
faktor utama dalam proses mengelola sebuah lembaga atau organisasi selama
membuat sebuah kegiatan,namun keempat hal tersebut juga bisa diselingi dengan
sebuah analisis SWOT yang berfungsi untuk melacak kelebihan, kelemahan, peluang
dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar terkait pengembangan sebuah
lembaga atau organisasi.
Hal yang menjadi inti pembahasan
adalah mengenai aspek pelaksanaan (actuating)
yang merupakan fungsi ketiga dari empat fungsi manajemen. Pelaksanaan atau
sering juga disebut penyelenggaraan adalah proses realisasi dari hasil
perencanaan dan pengorganisasian yang menghasilkan sesuatu yang konkrit dan
bisa diawasi serta di evaluasi.
Pada fungsi ini, penyelenggaraan
ibadah haji tentunya juga dilaksanakan oleh Dirjen PHU dengan membagi beberapa
unit kerja yang telah disebutkan di atas sesuai dengan fungsinya. Pelaksanaan
ibadah haji Indonesia di tahun 2011 dirasa telah memberikan pelayanan yang
optimal untuk jamaah haji Indonesia yang tentunya dengan beberapa kasus yang
menimpa jamaah,seperti perampokan,ratusan kasus kematian,kendala transportasi
dan lainnya seperti yang telah tertulis di atas. Namun secara keseluruhan, hal-hal
tersebut adalah yang lazim terjadi pada PIH di setiap tahunnya dan dibuat
standar baru untuk tahun berikutnya sesuai dengan kejadian yang ada di musim
haji yang sedang berlangsung.
Langkah terakhir dalam
sebuah pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi. Evaluasi adalah aktifitas untuk
meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses
keseluruhan organisasi sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan
dalam rangka pencapaian tujuan serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan
atau kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.[12]
Dalam penyelenggaraan ibadah haji kegiatan pengawasan dan
evaluasi secara umum tentunya dilakukan oleh pemerintah pusat, khususnya Ditjen
PHU selaku badan pelaksana. Namun tidak hanya Ditjen PHU, semua aspek juga
diawasi oleh instansi pemerintahan yang memiliki keterkaitan disetiap
bidangnya. Secara teknis PIH juga diawasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Agama RI, untuk aspek kesehatan dan kelayakan katering jamaah haji diawasi
secara langsung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kelayakan
transportasi mulai dari armada pesawat hingga armada bus selama di tanah suci
diawasi secara langsung oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia,
keamanan jamaah haji Indonesia diawasi langsung oleh sejumlah anggota dari
bidang pertahanan militer yang diberangkatkan juga ke tanah suci untuk
mengawasi dan menjaga stabilitas keamanan jiwa raga jamaah haji Indonesia dan
juga berbagai aspek lainnya yang juga diawasi secara langsung oleh berbagai
instansi pemerintahan untuk dilaporkan langsung kepada Ditjen PHU,tak
terkecuali terkait penggunaan dana yang akan diawasi langsung oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Dan secara non-teknis, seperti hasil laporan keuangan akan diaudit
langsung oleh BPK RI sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen PHU selaku
pelaksana kepada pemerintah pusat[13].
Adapun langkah-langkah evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen
PHU untuk PIH tahun 2010 dan 2011 antara lain sesuai dengan langkah-langkah
yang sudah umum, yakni yang pertama adalah menentukan hal-hal yang akan di
evaluasi untuk semua aspeknya dengan melakukan pengamatan langsung pada tiap
aspek yang dilakukan oleh petugas haji yang nantinya laporan tersebut akan
dikumpulkan menjadi satu laporan umum untuk di kaji dan di bahas lebih lanjut. Kedua
adalah menentukan batasan-batasan evaluasi, yakni membatasi bahwa yang akan di
evaluasi hanyalah aspek-aspek dalam PIH dan tidak termasuk hal-hal selain
aspek-aspek tersebut agar laporan yang dihasilkan menjadi jelas dan teratur
untuk di kaji lebih lanjut. Ketiga adalah merancang desain atau metode
evaluasi, Ditjen PHU menggunakan rancangan desain dengan menggunakan metode
studi kasus atau pengamatan langsung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Keempat
adalah menyusun rencana pelaksanaan, mulai dari rencana PIH secara umum hingga
rencana untuk melakukan pengamatan dengan tanpa mengganggu proses PIH yang
sedang berlangsung. Kelima adalah melakukan pengamatan dan analisis semua
prosesi PIH sejak masih di tanah air hingga di tanah suci dan kembali lagi ke
tanah air,mengumpulkan semua permasalahan dan persoalan yang terjadi selama PIH
dan menyatukannya menjadi satu laporan yang akan dilaporkan nantinya kepada
pemerintah (Komisi VIII DPR RI). Langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat
kesimpulan sebagai laporan akhir yang nantinya akan dijadikan standar baru
untuk PIH di tahun-tahun berikutnya.
Menyambung kepada laopran evaluasi teknis, tak diragukan lagi
bahwa media massa turut mengambil peran penting selama proses PIH untuk
melaporkan berita-berita terkini kepada instansinya dan akan dipublikasikan ke
seluruh pelosok nusantara, baik itu media cetak maupun media online, dan juga baik
itu dari media nasional maupun media
internasional. Secara tidak langsung, setiap perusahaan media massa di
Indonesia juga mengirim utusan wartawannya untuk meliput berbagai kegiatan yang
sedang berlangsung selama proses PIH. Sehingga wartawan pun langsung melaporkan
kepada kantor media massa untuk segera diterbitkan dan disebarluaskan kepada
masyarakat umum, menjadikannya secara tak langsung peran media massa di tanah
suci juga diperhitungkan sebagai bahan evaluasi oleh Ditjen PHU dan instansi
pemerintahan lainnya untuk segera ditangani dengan baik dan optimal serta
dijadikan bahan evaluasi untuk menciptakan PIH yang lebih ideal di tahun
berikutnya.[14]
Pada tahun 2011 juga terbentuk Media Center Haji (MCH) yang
merupakan sumber utama informasi dan pemberitaan operasional PIH baik di
Jeddah, Makkah maupun di Madinah. MCH dikelola oleh Assisten Koordinator Bidang
Penerangan (Askorbid Penerangan) yang secara teknis dilaksanakan oleh Seksi
Pelayanan Informasi dan MCH yang memiliki koordinator peliputan di Kantor Misi
Haji Indonesia, Daerah Kerja (Daker) Jeddah, Daker Makkah dan Daker Madinah.
Sistem kerja MCH adalah mengumpulkan hasil liputan dari berbagai unsur media
cetak maupun elektronik untuk kemudian diunggah kepada editor melalui situs http://haji.kemenag.go.id/ sehingga
laporan bersifat orisinil.[15]
Untuk bentuk penanganan dari berbagai macam kendala dalam
aspek-aspek yang ada dalam PIH, Ditjen PHU sendiri sebenarnya telah menetapkan
standar pelaksanaan ibadah haji ideal yang berbeda di setiap tahunnya
tergantung dari hasil temuan selama proses PIH di tahun sebelumnya.
1.
Sosialisasi
Pendaftaran
Pada tahun 2010 dan 2011, sosialisai pendaftaran masih
terjadi hal-hal klasik seperti masih adanya sedikitnya orang-orang yang masih
belum mengerti alur pendaftaran haji. Untuk itu pemerintah dari tahun ke tahun
terus dengan gencar menguatkan sosialisasi pendaftaran melalui pemerintah atau
pejabat daerah dari yang terendah sampai yang tertinggi. Terkait alur
pendaftaran haji yang sedikitnya masih belum dipahami oleh masyarakat awam.
Pada prakteknya, Ditjen PHU membuka secara sukarela layanan pertanyaan berbagai
hal terkait pendaftaran haji dan juga telah mensosialisasikan alur pendaftaran
yang benar kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia melalui lembaga
pemerintahan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan melalui lembaga-lembaga non-formal atau swasta seperti
majelis-majelis ta’lim dan KBIH atau travel setempat yang tentunya telah
memiliki kemampuan untuk mengelola pelaksanaan ibadah haji. Dengan adanya
sistem grass root dalam sosialisasi
pendaftaran,maka sudah pasti informasi tersebut sampai hingga pelosok-pelosok
negeri, kecuali memang ketidaktahuan datang dari calon jamaah haji tersebut, yang
enggan untuk mencari informasi mengenai alur pendaftaran yang benar.
Pada tahun 2011 juga, yang menjadi salah satu hambatan adalah
kurang terkendalinya jumlah jamaah haji khusus, untuk itu evaluasi yang
dilakukan pada tahun 2011 untuk di tahun 2012 adalah dengan pemerintah
melakukan penekanan jumlah jamaah haji khusus agar tidak terlalu menyerap lebih
dari kuota yang telah ditetapkan.
2.
Pemberangkatan
(Embarkasi) dan Transportasi Darat (Armada Bis)
Pada tahun 2010 yang menjadi kendala dalam pemberangkatan
adalah hal yang sama pada setiap tahunnya, yakni keterlambatan kedatangan
armada pesawat di bandara. Namun yang menjadi kendala dalam transportasi darat
adalah bukan pada armada bus, melainkan pada banyaknya jumlah jamaah haji yang
ada di tanah suci dari berbagai negara, sehingga menyebabkan arus jalan menjadi
sedikit terhambat. Akan tetapi hal tersebut adalah hal yang tidak bisa di cegah
oleh pemerintah Indonesia, karena hak untuk menunaikan ibadah haji adalah hak
dan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah mampu, sehingga hal-hal terkait
perjalanan lokal tidak bisa diprediksikan dengan tepat.
Pada tahun 2011, pemberangkatan (embarkasi) yang masih banyak
keterlambatan (delay). Untuk tahun
2012 ini pemerintah masih menggunakan jasa penerbangan dari Garuda Airlines dan
Saudi Arabia Airlines sama seperti pada musim haji tahun sebelumnya untuk
mengangkut jamaah haji Indonesia. Pada prakteknya pemerintah telah memesan
armada yang layak dan nyaman, namun keterlambatan terjadi bukan pada koordinasi
pemerintah dengan maskapai penerbangan,melainkan terjadi akibat kendala teknis
selama pra-pemberangkatan seperti penuhnya landasan untuk parkir pesawat
sehingga pesawat lain harus menunggu pesawat yang ada untuk berangkat terlebih
dahulu. Keterlambatan armada pesawat itu tentu ada konsekuensinya pada maskapai
terkait karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara pelaksana ibadah haji, yakni
Ditjen PHU dengan maskapai yang digunakan untuk embarkasi dan debarkasi.
Konsekuensinya adalah jika armada pesawat terlambat datang lebih dari 4
jam,maka pihak maskapai diharuskan menyediakan konsumsi untuk jamaah yang
terlantar. Bahkan jika lewat dari 6 jam bisa kemungkinan pihak maskapai harus
menyediakan penginapan hotel untuk jamaah haji dan untuk kemudian
diberangkatkan setelahnya.[16]
Masih tentang transportasi,selama teknis PIH berlangsung
masih sering terjadi jamaah haji Indonesia yang kekurangan fasilitas armada bus
yang mengantar jamaah haji Indonesia yang tinggal kurang lebih 2 KM dari
masjidil haram,untuk penanganannya pada musim haji tahun 2012 ini pihak
penyelenggara telah menambah jumlah armada bus sesuai kebutuhan,dan jumlahnya
akan terus berubah setiap tahunnya tergantung pada jumlah jamaah haji
Indonesia. Penyewaan armada bus yang dilakukan di tanah suci ini dilakukan
dengan alasan untuk menghemat biaya dengan membagi jumlah armada bus yang akan
disewa sesuai dengan jamaah yang ada, sehingga tidak mengalami kelebihan
armada.
3.
Keamanan
dan Perlindungan Jamaah Haji
Hal ketiga adalah pada tahun 2010 dan 2011 masih banyak
jamaah haji yang mengalami perampokan barang bawaan, hal tersebut dilakukan
oleh muqimin asal Indonesia yang
tentunya sebagian besar sudah ditangani secara hukum sesuai dengan aturan hukum
di Arab Saudi. Namun mulai dari musim haji tahun 2012 kini sudah mulai
dibentuknya personil keamanan wanita untuk menjaga keamanan dan ketertiban dari
jamaah wanita pada tempat yang dilarangnya bercampur antara laki-laki dan
wanita dalam satu tempat.[17]
4.
Katering
Haji
Kemudian yang keempat terkait masalah banyaknya keluhan
tentang katering yang basi,sebenarnya penyedia katering melakukan tugas dengan
semestinya,mengantarkan katering jamaah ke pemondokan masing-masing sesuai
dengan jam-jam yang telah ditentukan. Namun adanya miss-understanding antara jamaah dan penyedia katering adalah
banyaknya jamaah yang berdiam didalam masjid untuk menunggu waktu sholat
berikutnya sementara katering sudah tiba di pemondokan. Alhasil sesampainya
jamaah di pemondokan,yang didapati adalah katering yang sudah tidak layak atau
basi. Untuk itu perlu ditingkatkannya kesadaran jamaah akan waktu-waktu
penyediaan katering di pemondokan dan juga adanya sistem informasi yang lebih
jelas dari pihak penyelenggara kepada jamaah agar tidak lagi didapati katering
yang sudah basi.
Sementara masih banyaknya kejadian katering basi di luar
teknis PIH seperti saat di bandara, hal itu biasanya disebabkan oleh
keterlambatan pesawat tiba di bandara sehingga katering menjadi sudah tidak
layak untuk di makan,dan untuk penanganannya pihak maskapai diharuskan
mengganti dengan katering yang baru untuk para jamaah haji Indonesia,sesuai
dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak,antara pihak
maskapai dan dengan pihak penyelenggara,Ditjen PHU.[18]
Untuk itu pemerintah melakukan upaya penanganan hal tersebut
dengan peningkatan kualitas layanan katering seperti dengan pengawasan
penyediaan katering yang lebih diperketat mulai dari penyimpanan bahan di
gudang, proses pemasakan makanan hingga penyediaan katering kepada jamaah.
5.
Pemulangan
(Debarkasi)
Untuk proses pemulangan (debarkasi) di tahun 2012, pemerintah
mengupayakan agar meningkatnya OTP dari tahun 2011 dan 2010 yang hanya mencapai
54,5%. Seperti pada proses embarkasi,pada proses debarkasi pun pemerintah
Indonesia akan terus menjalin komunikasi yang efektif dengan pihak maskapai
agar lebih mengatur jadwal pemberangkatan khusus untuk jamaah haji Indonesia,
agar ibadah haji lebih berjalan dengan khusyu tanpa adanya gangguan terkait
keterlambatan armada pesawat.
6.
Dana
Abadi Umat (DAU)
Sebelum mengenai Dana Abadi Umat (DAU), yang masih sering
terjadi masalah dalam PIH adalah penentuan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH)
yang masih simpang siur menjelang musim haji berlangsung, untuk itu pemerintah
mengupayakan untuk melakukan pembahasan BPIH lebih awal agar lebih ada
persiapan, baik dari pemerintah selaku pelaksana maupun juga dari jamaah haji
yang akan berangkat.
Kemudian terkait masalah Dana Abadi Umat (DAU), DAU sendiri
difungsikan untuk membiayai pembangunan di Indonesia yang berasal dari
efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji[19].
Penggunaan DAU mencakup untuk aspek sosial, agama, pendidikan, kesehatan dan
juga digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji. Yang digunakan untuk
menjalankan fungsi ini bukan jumlah keseluruhan dana dari hasil sisa ONH jamaah
haji Indonesia,namun hanya sekitar 10% dari bunganya yang akan
digunakan,khususnya untuk penyelenggaraan ibadha haji dengan pembagian tertentu
untuk porsi di tanah suci dan di Indonesia. DAU yang pada awalnya disebut
sebagai dana sisa ONH mulai diberlakukan pada 1998 pada masa Tarmizi Taher menjabat
sebagai Menteri Agama.
DAU disusun atas kerja sama antara Direktorat Pengelolaan
Dana Haji (Ditlola) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) yang membidangi masalah Agama, Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan. DAU sendiri pada awalnya yang masuk ke rekening pribadi,namun sejak
tahun 2006 seluruh dana hasil efisiensi PIH masuk ke rekening baru atas nama
Menteri Agama dengan alasan keamanan dan ketransparansian alur penggunaan dan
pemasukan dana. Sebagai bentuk pertanggung jawabannya, Ditlola membuat laporan
hasil penggunaan DAU sama halnya dengan laporan keuangan untuk PIH,untuk
kemudian di audit oleh BPK RI dan disahkan oleh Menteri Agama.[20]
D.
Analisis
Dari hasil temuan di atas dapat disimpulkan bahwa PIH tahun 2010 dan 2011 masih memiliki
masalah-masalah klasik yang terjadi selama proses PIH, diantaranya adalah
keterlambatan kedatangan armada pesawat saat embarkasi dan debarkasi,
penyediaan katering yang masih belum maksimal, kesehatan jamaah haji yang masih
belum optimal serta beberapa masalah lainnya.
Hal tersebut bisa saja terus terulang di musim haji berikutnya jika tidak
ada kesinergisan antara kinerja pelaksana haji dengan beberapa perusahaan yang
terjalin kerja sama maupun dengan jamaah haji itu sendiri, karena beberapa
masalah yang tertulis di atas adalah hal-hal yang terjadi akibat kendala teknis
pada perusahaan penerbangan, kurangnya pengawasan terhadap penyedia katering,
jamaah haji yang masih belumpeka terhadap penyakit yang ada dalam dirinya,
tidak maksimalnya penggunaan fasilitas keamanan oleh jamaah dan lainnya.
Namun antara tahun 2010 dan 2011, PIH Indonesia secara keseluruhan tidak
mengalami peningkatan, namun juga tidak terjadi penurunan kulaitas PIH yang optimal, karena setiap
tahunnya ada beberapa aspek yang mengalami perbaikan dalam pelaksanaannya dan
ada juga aspek yang masih belum maksimal dalam penanganannya.
Pada penelitian ini, penulis
dapat mengambil satu garis besar tentang proses evaluasi yang dilakukan oleh
Ditjen PHU di bawah naungan Kementerian Agama RI dan dibantu oleh beberapa
instansi pemerintahan terkait,dengan menggunakan metode evaluasi studi kasus
lapangan, yakni sebuah metode riset pemeriksaan untuk beberapa masalah yang
disebut sebagai kasus sebagai bahan acuan evaluasi dengan melakukan pengamatan,
pengumpulan data, analisis informasi temuan dan membuat laporan hasil akhirnya
untuk dijadikan standar keberhasilan kegiatan berikutnya. Seperti yang
dilakukan oleh pemerintah dalam PIH tahun 2010 dan 2011, dengan melakukan
pengawasan penuh dan pengumpulan berbagai masalah yang terjadi selama PIH
berlangsung mulai saat pendaftaran hingga pemulangan jamaah haji kembali ke
Indonesia.
Berdasarkan hasil temuan
yang tertulis di atas, penulis dapat menganalisis bahwa semua proses PIH yang
dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI telah hampir sesuai dengan standar
pelaksanaan ibadah haji di tiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena beberapa
hal, pertama adalah karena Ditjen PHU dibawah naungan Kemenag RI merupakan
satu-satunya lembaga yang mempunyai wewenang untuk melaksanakan ibadah haji
reguler. Hal ini membuat Ditjen PHU memberika pelayanan optimal kepada jamaah
haji Indonesia sehingga mereka memberikan nilai positif untuk Ditjen PHU selaku
pelaksana,walaupun juga Ditjen PHU tidak perlu merasa khawatir akan mengalami
penurunan calon jamaah haji di musim haji tahun berikutnya.
Kedua adalah karena
secara tidak langsung Ditjen PHU merupakan tolak ukur pandangan akan
keberhasilan PIH di mata Indonesia dan bahkan manca negara, karena rakyat
Indonesia akan memberikan apresiasi tinggi kepada instansi pemerintahan ini
atas terselenggaranya ibadah haji dengan baik tanpa menyisakan banyak kasus dan
keberhasilan Ditjen PHU dalam melaksanakan ibadah haji reguler diharapkan bisa
menjadi contoh positif bagi negara lain dalam mengelola dan menangani masalah
keagamaan sepeti ibadah haji untuk memberikan yang terbaik kepada negara dan
rakyatnya.
Keberhasilan tersebut
terlihat dari beberapa aspek, seperti tingkat kematian yang terbilang relatif
dimana kematian tersebut merupakan bukan kesalahan dari pihak
pelaksana,melainkan memang kesehatan jamaah haji yang sudah tidak terlalu
memungkinkan untuk melakukan sebuah kegiatan akbar. Kemudian juga disebutkan
bahwa banyaknya peningkatan kualitas akomodasi dan transportasi yang memberikan
kepuasan lebih bagi jamaah haji Indonesia baik sebelum maupun selama proses PIH
hingga pemulangan berlangsung. Lalu ditemukannya kesalahan mengenai katering
jamaah yang tidak layak atau basi,hal terssebut sudah disebutkan di atas bahwa
bukan akibat dari kelalaian pihak penyelenggara ataupun pihak petugas penyedia
katering,melainkan kesalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi yang
dipahami oleh jamaah haji Indonesia. Dan juga terbentuknya personil keamanan
wanita untuk memberikan keamanan jiwa dan raga bagi jamaah haji Indonesia yang
wanita selama proses PIH berlangsung.
Selain beberapa
penanganan kasus haji di atas,terkait DAU adalah bahwa DAU sudah mulai masuk ke
rekening pemerintah,yakni atas nama Menteri Agama agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan dan keterbukaannya informasi keuangan kepada publik.[21]
Hal terakhir adalah
masyarakat Indonesia harus selalu memberikan pandangan atau sikap positif
terkait upaya penanganan beberapa kasus dalam PIH Indonesia, adalah yang
pertama harus menghargai kinerja instansi pelaksana,dalam hal ini adalah Ditjen
PHU dan instansi pemerintahan lainnya dalam menangani dan memperbaiki PIH
Indonesia untuk menciptakan PIH yang ideal di tahun-tahun berikutnya. Yang
kedua adalah menanamkan sikap percaya terhadap instansi pemerintahan dalam
mengawasi dan mengukur tingkat keberhasilan sebuah kegiatan yang dijalankan
oleh instansi pemerintahan,ditengah maraknya krisis kepercayaan masyarakat
terhadap kinerja pemerintah saat ini.
[1]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2010.
[2]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[3]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[4] Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah
Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umroh Kementerian Agama RI , 2010.
[5]
Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[6]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[7]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[8]
Markaziyah adalah wilayah yang berjarak <2000 dari="" haram="" kota="" masjid="" masjidil="" meter="" nabawi="" p="">
2000>
[9]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[10]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[11]
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[12]
M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar
Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115
[13]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
[14]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
[15]
Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
[16]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
[17]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
[18]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
[19]
Republik Indonesia, Peraturan Presiden RI
Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat, Bab I, Pasal 1.
[20]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdurrazak Al Fakhir, Kasubbag Tata Usaha
Direktorat Pengelolaan Dana Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama
Republik Indonesia.
[21]
Wawancara langsung dengan Bapak Abdurrazak Al Fakhir, Kasubbag Tata Usaha
Direktorat Pengelolaan Dana Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama
Republik Indonesia.
No comments:
Post a Comment