BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
A.
Teori Evaluasi
1.
Pengertian Evaluasi
Kata
evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni to
evaluate yang diberi awalan e- dan akhiran –tion
yang berarti sebuah penialaian/memberi nilai (judgment) atau pengukuran[1]. Ernest
J. McCormick (1985:231) mengemukakan bahwa “As Goldstein and Buxton (1982) print out, the evaluation of training
centers around two interacting corners: 1) the estabilishment of measures of
success (criteria); and 2) the experiments designs used in the evaluation”. Goldstein
dan Buxten berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dapat didasarkan pada kriteria
(pedoman dari ukuran kesuksesan) dan rancangan percobaan.[2]
Evaluasi
sebagai fungsi manajemen adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui
pelaksanaan yang telah dilakukan di dalam proses keseluruhan organisasi
mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam
rangka pencapaian tujuan serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau
kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.[3]
Evaluasi
adalah bagian integral dari proses manajemen, evaluasi dilakukan karena ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai rencana, apakah semua
masukan kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti yang
diharapkan.
|
|||||||||
Dalam
lingkup organisasi dan administrasi, evaluasi atau penilaian dapat diartikan
sebagai sebuah proses pengukuran dan pembandingan hasil-hasil pekerjaan yang
telah dicapai dengan hasil-hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hakekat dari penilaian adalah :
a.
Penilaian
ditujukan kepada satu fase tertentu dalam satu proses setelah fase itu
seluruhnya selesai dikerjakan. Berbeda dengan pengawasan yang ditujukan kepada
fase yang masih dalam proses pelaksanaan.
b.
Penilaian bersifat
korektif terhadap fase yang telah selesai dikerjakan. Korektifitas yang menjadi
sifat penilaian itu sangat berguna bukan untuk fase yang telah selesai, akan
tetapi untuk fase berikutnya. Artinya melalui penilaian harus ditemukan
kelemahan-kelemahan sistem yang digunakan dalam fase yang baru saja selesai,
juga harus ditemukan penyimpangan-penyimpangan dan/atau
penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi, tetapi lebih penting lagi harus
ditemukan sebab-sebab mengapa kelemahan-kelemahan itu timbul dan mengapa
sebab-sebab mengapa penyimpangan-penyimpangan itu terjadi.[5]
2.
Proses Evaluasi
Dalam melakukan kegiatan evaluasi, secara umum meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan apa
yang akan di evaluasi
Pimpinan
lembaga dan pelaksana mennentukan secara spesifik proses penerapan dan hasil
yang akan di monitor dan di evaluasi,proses dan hasil pengukuran harus bersifat
objektif.
b.
Mengembangkan standar
kerangka dan batasan;
Standar yang
dikembangkan harus bersifat strategis dan objektif,serta mengandung sebuah jarak batasan yang logis yang menerima segala
bentuk kekurangan dan kesalahan. Standar tersebut bukan hanya digunakan untuk
mengukur hasil akhir,tetapi juga untuk saat pelaksanaan monitoring berlangsung.[6]
c.
Merancang
desain (metode);
d.
Menyusun
instrumen dan rencana pelaksanaan;
e.
Melakukan
pengamatan, pengukuran dan analisis;
f.
Membuat
kesimpulan dan pelaporan.
Keenam langkah evaluasi di atas
dapat dipadatkan menjadi 2 langkah terpenting, yaitu Menetapkan fokus hal yang
akan di evaluasi dan merancang metode pelaksanaannya
3.
Desain Evaluasi
Banyak rancangan desain yang dapat dipakai dalam melakukan
evaluasi. Michael Ibrahim membuat urutan desain menjadi:
a.
Non-riset,
termasuk lelucon (anecdote), cerita
hikayat (story), dan pendapat-pendapat
ahli maupun orang awam.
b.
Riset
non-eksperimental, termasuk survei sederhana, studi kasus-kelola (case control study) dan studi kohor (cohort study).
c.
Riset
eksperimental, termasuk mulai dari desain eksperimen lapangan sampai dengan
laboratorium
Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan 9 bentuk
desain evaluasi, yaitu:
a.
Historikal
b.
Deskriptif
c.
Studi
perkembangan
d.
Studi kasus
lapangan
e.
Studi
korelasional
f.
Studi sebab
akibat
g.
Eksperimen
murni
h.
Eksperimen semu
i.
Riset aksi[7]
B.
Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating)
1.
Pengertian dan Dasar Hukum
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur (
cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Artinya : “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu,
Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS. At-Taubah : 105).
Ayat
tersebut diatas menjelaskan tentang salah satu fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh George R. Terry yakni fungsi pelaksanaan (actuating). Dimana fungsi ini adalah fungsi lanjutan atau tindak
lanjut dari dua fungsi sebelumnya, perencanaan dan pengorganisasian.
Penyelenggaraan
atau biasa disebut dengan pelaksanaan, dalam bahasa Inggris disebut dengan actuating
merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen yang
kita kenal dengan istilah POAC (planning,
organizing, actuating dan controlling).
Pelaksanaan (actuating) merupakan
tindak lanjut yang dilakukan oleh organisasi yang telah memiliki perencanaan
dan melakukan pengorganisasian yang terstruktur sesuai kebutuhan satuan kerja[8].
2.
Elemen Pelaksanaan
Dalam
fungsi pelaksanaan,ada 4 (empat) elemen atau sub-fungsi yang perlu diperhatikan
dalam proses manajerial,adalah sebagai beikut:
a.
Leadership (Kepemimpinan)
Kepemimpinan
adalah bagaimana seseorang bisa memberikan pengaruh kuat kepada mereka yang disebut
sebagai pengikut. Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang mempunyai pengaruh
tentang itu. Ada beberapa karakteristik dalam kepemimpinan:
1)
Kepemimpinan
menunjukan tentang keberadaan pengikut
2)
Kepemimpinan
melibatkan kepentingan kedua belah pihak,pemimpin dan pengikutnya.
3)
Kepemimpinan
melibatkan sebuah otoritas yang tidak sama antara pemimpin dan anggota
kelompoknya.
4)
Kepemimpinan
menunjukan bahwa seorang pemimpin bisa mempengaruhi para pengikutnya atau
bawahannya selain juga bisa memberikan arahan yang sah kepada mereka.
b.
Communication (Komunikasi)
Komunikasi
adalah proses berjalannya sebuah informasi atau pemahaman dari satu orang
selaku pemberi pesan kepada orang lainnya sebagai penerima pesan. Ada dua jenis
komunikasi,verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara langsung (two way communication),sedangkan nonverbal adalah komunikasi yang
tidak melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara langsung,biasanya
menggunakan simbol-simbol atau melalui media seperti surat,TV,radio,surat kabar
dan lain sebagainya.
c.
Motivation (Motivasi)
Motivasi adalah
proses membangkitkan semangat kerja kedalam pikiran para anggota kelompok
dengan tujuan memberikan yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi[9].
d.
Coordination (Koordinasi)
Serupa dengan komunikasi,
subfungsi koordinasi dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah hubungan baik antara
pemimpin dan anggota kelompok dengan agar tercapainya tujuan bersama.
3.
Langkah-Langkah Pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan mengandung 2 langkah terpenting dalam rangka
melaksanakan sebuah kegiatan dalam organisasi, yang pertama adalah penyusunan
staf kerja (staffing) yang meliputi
sumber daya manusia (SDM) dan tenaga lain dari luar lembaga (relawan). Yang
kedua adalah pengarahan kerja (directing)
,yakni mengelompokkan SDM atau anggota kelompok sesuai dengan kemampuan dan
bakat, yang tentunya secara tidak langsung akan menghasilkan kinerja yang
efektif dan efisien. Tanpa adanya sebuah pengarahan, SDM atau anggota kelompok
cenderung bekerja sesuai dengan apa yang mereka lihat tanpa memandang
kepentingan utama sebuah lembaga. Pada proses pengarahan, biasanya sebuah
perusahaan atau lembaga menggunakan program Total
Quality Management (TQM).[10]
C.
Ruang Lingkup Ibadah Haji
1.
Pengertian, Macam, Syarat, Rukun, Wajib dan Sunnah Ibadah Haji
Ibadah
haji merupakan rukun Islam yang kelima yang merupakan salah satu kewajiban umat
Islam dunia untuk menjalankannya bagi mereka yang mampu. Secara bahasa, kata haji berasal dari bahasa
Arab, hajj yang berarti ziarah. Dalam
hal ini adalah ziarah ke tempat-tempat yang diagungkan oleh agama Islam, yakni
Baitullah Makkah dan Madinah, tepatnya adalah menziarahi ka’bah dengan syarat
dan rukun tertentu.[11].
Sesuai dengan yang disebutkan dalam Al-Quran:
$tBur tb%x. öNåkèEx|¹ yYÏã ÏMøt7ø9$# wÎ) [ä!%x6ãB ZptÏóÁs?ur 4
(#qè%räsù z>#xyèø9$# $yJÎ/ óOçFZä. crãàÿõ3s? ÇÌÎÈ
Artinya : “Tiada lain sembahyang mereka di sekitar
Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab
disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al-Anfaal : 35).
Secara
istilah kata haji bisa diartikan sebagai rukun Islam kelima yang pelaksanaannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yaitu antara tanggal 8 sampai dengan
13 Dzulhijjah setiap tahun[12],
dan dilaksanakan dengan syarat dan rukun tertentu serta larangan saat
pelaksanaan ibadah haji, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:
kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4
`yJsù uÚtsù ÆÎgÏù ¢kptø:$# xsù y]sùu wur XqÝ¡èù wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3
$tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3
(#rߨrts?ur cÎ*sù uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4
Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS Al-Baqarah :
197).
Ayat
tersebut diatas menjelaskan tentang kapan waktu dibolehkannya melaksanakan
ibadah haji, yakni pada bulan yang dimaklumi antara lain bulan Syawal,
Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Ayat tersebut juga menyebutkan tentang berbagai
larangan saat pelaksanaan ibadah haji, antara lain tidak boleh melaksanakan
rafats[13],
tidak boleh berbuat fasik dan berbantah-bantahan selama proses pelaksanaan
ibadah haji. Kemudian Allah menyuruh hamba-Nya untuk menyiapkan segala bekal
untuk selama di tanah suci agar tetap istiqomah menjalankan ibadah haji tanpa
merasa kekurangan harta dan kebutuhan rohani lainnya.
Menurut
cara pelaksanaannya, haji itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu haji ifrad,
haji tamattu dan haji qiran. Haji Ifrad adalah haji yang dilaksanakan dengan
mendahulukan umrah daripada ibadah haji, sedangkan haji tamattu adalah ibadah
haji yang dikerjakan dengan mendahulukan ihram untuk umrah lalu kemudian baru
melaksanakan ihram haji setelah pekerjaan-pekerjaan umrah lainnya telah selesai
dikerjakan, sedangkan haji qiran adalah melakukan ihram untuk ibadah haji
sekaligus bersamaan dengan niat untuk umrah.
Dalam
pelaksanaan ibadah haji,ada beberapa hal penting terkait syarat, rukun, wajib
dan sunnah haji yang perlu diperhatikan agar menghasilkan ibadah haji yang
mabrur.
a.
Syarat Haji
Syarat
adalah segala hal yang harus dilakukan sebelum melakukan sebuah ibadah,tidak
sah ibadahnya jika tidak memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan ibadah haji pun
juga ada beberapa syarat yang harus dijalani oleh calon jamaah, tidak hanya
semata-mata mampu dalam hal pembiayaan, namun juga ada beberapa syarat utama
yang harus dimiliki oleh calon jamaah haji, antara lain:
1)
Beragama Islam
2)
Telah mencapai
usia berakal (baligh)
3)
Pengetahuan
tentang manasik haji
4)
Biaya yang ia
miliki cukup untuk keperluan di dalam negeri, perjalanan pulang pergi, biaya
hidup di Arab Saudi dan keperluan lainnya
5)
Kelengkapan
dokumen perjalanan (paspor) dan izin masuk ke negara tujuan (visa).
b.
Rukun Haji
Rukun adalah segala sesuatu yang mendasar dan harus dikerjakan
selama suatu ibadah berlangsung,tidak sah jika meninggalkan satu rukunnya. Adapun
yang termasuk dalam rukun-rukun haji adalah enam hal, antara lain:
1)
Ihram, yaitu
berniat untuk memulai ibadah haji.
2)
Wuquf di Arafah
3)
Thawaf di
Baitullah
4)
Sa’I antara
bukit Shafa dan Marwah
5)
Tahalul, yaitu
mencukur atau memotong sedikit atau seluruh bagia rambut
6)
Tertib, yaitu
berurutan mengerjakan rukun haji.
c.
Wajib Haji
Adapun yang termasuk dalam wajib haji adalah antara lain:
1)
Melakukan ihram
dari miqat
2)
Melempar jumrah
3)
Bermalam
(mabit) di Mina
4)
Thawaf al-Wada’
5)
Menghindari
segala yang diharamkan dalam ihram
d.
Sunnah Haji
Adapun yang termasuk dalam sunnah haji adalah antara lain:
1)
Melakukan haji
dengan ifrad
2)
Talbiyah, yakni
mengucapkan kalimat
3)
Thawaf al-Qudum
4)
Bermalam di
Muzdaliah
5)
Shalat thawaf
dua rakaat[14]
2.
Larangan Saat Ibadah Haji dan Denda (Dam)
Hal-hal
yang terlarang dalam ibadah haji ada enam, antara lain:
a.
Kaum laki-laki
dilarang untuk mengenakan pakaian berjahit seperti kemeja, celana, sepatu,
sarung, surban dan sebagainya. Sedangkan untuk wanita dibolehkan memakai
pakaian berjahit tetapi dilarang untuk menutup bagian wajahyna dengan sesuatu
yang bersentuhan langsung dengannya.
b.
Tidak boleh
memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai sebelum berihram dan masih melekat
aromanya.
c.
Tidak boleh
memotong kuku atau mencukur rambut saat berihram, namun dibolehkan untuk
memakai celak mata, mandi dan berbekam serta menyisir rambut
d.
Tidak boleh
melakukan jima’ (bersetubuh)
e.
Tidak boleh
melakukan sesuatu sentuhan yang bisa membatalkan wudhu
f.
Tidak boleh
membunuh binatang buruan yang hidup di darat.[15]
Dan apabila
jamaah haji mengerjakan apa yang dilarang selama ibadha haji,maka ia wajib
membayar denda (dam) sesuai dengan ketentuan syariat yang berlaku. Ada lima
macam dam menurut sebab wajibnya, antara lain:
a.
Dam karena
meninggalkan salah satu perintah ibadah haji, misalnya tidak melakukan ihram
dari miqat. Dalam hal ini, ia wajib menyembelih binatang kambing yang
sepertujuh dari unta atau sepertujuh dari lembu. Jika tidak mampu menyembelih
binatang, maka ia wajib melakukan puasa sepuluh hari dengan tiga hari pada saat
pelaksanaan dan tujuh hari setelah kepulangan ke tanah air.
b.
Dam karena
bercukur, berhias atau bersenang-senang (taraffuh),
termasuk memotong kuku, memakai wangi-wangian, dan lain-lainnya. Dan ia harus
memilih untuk melaksanakan menyembelih hewan qurban atau puasa tiga hari atau
bersedekah dengan member makanan tiga sha’
kepada enam orang miskin masing-masing setengah sha’. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
wur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7t ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4
`uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS
Artinya : “Dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah,
Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (QS. Al-Baqarah : 196
c.
Dam ihsar,
adalah denda yang dibayar karena seseorang yang terhalang oleh musuh atau
mendapatkan sakit saat pelaksanaan tahalul, maka ia wajib membayar dengan
menyembelih hewan qurban seperti kambing atau semisalnya, jika tidak dapat
melakukannya maka ia wajib mengganti dengan mengeluarkan makanan senilai harga
hewan tersebut
d.
Dam karena
membunuh binatang buruan, maka ia wajib memilih dendanya antara menyembelih
hewan ternak yang sebanding atau menyedekahkan makanan seharga binatang kepada
fakir miskin yang tinggal di tanah haram atau berpuasa satu hari tiap-tiap mud
makanan tersebut di atas.
e.
Dam karena
jima’
3.
Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji
Penyelenggaraan
ibadah haji adalah sebuah kegiatan yang memiliki mobilitas tinggi dan
pergerakan dinamis tapi dibatasi oleh tempat dan waktu dengan melibatkan lima
komponen yang harus dipenuhi dalam operasionalnya, yaitu adanya calon haji,
pembiayaan, sarana transportasi, hubungan antar-negara dan organisasi
pelaksananya.[16]
Yang
pertama adalah adanya calon jamaah haji, dalam hal ini mereka harus memenuhi
syarat untuk melaksanakan ibadah haji, yakni antara lain telah mencapai usia
berakal (jika belum usia berakal, hajinya sah namun belum termasuk dalam
kewajiban mereka), memiki biaya cukup untuk di dalam dan di Arab Saudi,
memiliki pengetahuan yang cukup tentang prosesi pelaksanaan ibadah haji, serta
memiliki dokumen perjalanan yang sah dan lengkap.
Kemudian
unsur yang kedua adalah mengenai pembiayaan haji atau bisa disebut sebagai
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau dulu disebut dengan Ongkos Naik
Haji (ONH). Biaya haji adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh calon
jamaah kepada pihak penyelenggara dalam hal ini adalah Kementerian Agama
melalui sejumlah bank-bank yang telah ditunjuk sebagai bank penerima setoran
BPIH
Secara
singkat, organisasi pelaksana dalam hal ini adalah tanggung jawab Menteri Agama
yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara
Haji dan Umroh dengan yang terdiri dari 4 jejaring eselon yakni eselon I
(Direktur Jenderal PHU), eselon II (Direktur), eselon III (Bagian dan Sub
Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh staff
pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit kerja.
Adapun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing unit, secara garis besar organisasi pelaksana haji dapat dibagi
sebagai berikut:
a.
Sekretarian
Jenderal PHU
b.
Direktorat
Pembinaan Haji
c.
Direktorat
Pelayanan Haji
d.
Direktorat
Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji
e.
Dan yang
terakhir adalah organsiasi terkecil dalam PIH, yakni kelompok terbang (kloter)
yang dalam setiap kloter didampingi oleh Tim Pemandu Ibadah Haji Indonesia
(TPIHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji
(TPIH) dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).[17]
[1] Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311
[2] A.A Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) Cet.II,
h.59
[3] M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar
Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115
[4] Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311
[5] Ahmad Fadli HS, Organisasi & Administrasi, (Jakarta:
Manhalun Nasyi-in Press, 2008) Cet. IV, h. 32-33
[6] Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management,
(Tampa, Florida, Addison Wesley Longman Inc., 1997), h. 161
[7] Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 313-316
[8] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Organisasi Non-Profit
Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005) Cet.
III, h.95
[9] P. C. Tripathi, P. N. Reddy, Principles of Management, (New Delhi :
The McGram-Hill Company, 2008), Edisi ke-4, h. 4
[10] Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management,
(Tampa, Florida, Addison Wesley Longman Inc., 1997), h. 149
[11] M. Ardani, Fikih Ibadah Praktis, (Ciputat: Bumbu Dapur Communication – PT.
Mitra Cahaya Utama, 2008) h.39
[12] Ahmad Nidjam, Alatief Hanan, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah
Implementasi Knowledge Workers, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001) Cet.I h.1
[13] Yang dimaksud dengan rafats
adalah mengeluarkan perkataan yang kotor sehingga bisa menimbulkan birahi atau
syahwat dan bisa menjerumuskan pada perbuatan bersetubuh.
[14] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Wacana Ilmu, 1995)
h.213
[15] Abu Hamid Al-Ghazali, Asrar Al-Hajj, diterjemahkan oleh
Muhammad Al-Baqir dengan judul Rahasia
Haji dan Umroh (Bandung: Karisma, 2000), h.37-38
[16] Ahmad Nidjam, Alatief Hanan, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah
Implementasi Knowledge Workers, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001) Cet.I h.10
[17] Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta, FDK
Press, 2008) h.132-134
No comments:
Post a Comment