Sumber gambar: t3.gstatic.com
|
Anda pasti sudah menonton film
berjudul Sinister 2, kan? Ya, beberapa minggu terakhir film sekuel
bergenre horor ini cukup menarik minat para penggemar film. Bagaimana tidak,
sejak film ini diputar, sudah menggambarkan adegan yang kejam dan mengerikan. Film
yang merupakan lanjutan dari pendahulunya, Sinister, menceritakan plot yang
hampir sama, dengan tokoh utama yang berbeda. Dengan plot cerita yang
bersambung, film ini dirasa cukup membuat penasaran, terutama untuk lebih
mengenal dengan sosok hantu utama yang disebut sebagai Bughuul atau Mr. Boogie.
Film ini memang cukup menuai
kontroversi, apalagi dari adegan-adegan kekerasan dan pembunuhan yang ditayangkan
selama film diputar, dan ini melibatkan sosok figur anak-anak dalam adegan
tersebut. Sebut saja ketika tokoh antagonis, Zach, yang memiliki rasa iri
berlebihan terhadap adiknya, Dylan. Apalagi saat melihat kilas balik dari para
hantu cilik yang melakukan reka ulang pembunuhan, termasuk adegan Zach yang
sedang hendak membakar seluruh anggota keluarganya. Namun siapa sangka, dari
banyaknya kontroversi mengenai adegan kekerasan tersebut, ada sisi lain yang
bisa dipelajari, yakni belajar dari sosok hantu utama, Bughuul.
Mungkin para pembaca sudah sangat
tidak asing dengan istilah Talent Management. Di mana dalam sebuah perusahaan,
Talent Management ini dilakukan untuk memetakan karyawan yang berpotensi tinggi
dan cocok dengan perusahaan, yang nantinya bisa diberikan pengembangan untuk
meneruskan roda bisnis perusahaan. Lalu apa kaitannya dengan sosok Bughuul
dalam film Sinister 2 ini?
Seperti yang kita ketahui, dalam plot
cerita, secara garis besar Bughuul memang mencari sosok anak-anak kecil untuk
bisa mengorbankan dirinya secara tidak sadar, melalui serangkaian proses yang
menyeramkan, yakni melalui adegan pembunuhan. Memang sedari awal Bughuul sudah
menerapkan talent segmentation untuk melancarkan aksinya, yakni dia
hanya memilih anak-anak yang dari luarnya tidak memiliki penampilan sebagai
karakter jahat, supaya tidak ada orang yang menaruh curiga atas aksi yang
dilakukan oleh mereka. Dalam cerita, Bughuul mencoba merasuki raga anak-anak
untuk melakukan apa yang seharusnya mereka tidak lakukan, mengorbankan
keluarganya untuk kemudian dirinya akan diambil oleh Bughuul untuk menjadi
pengikutnya, yang nantinya akan melakukan hal serupa kepada anak-anak yang
masih hidup lainnya. Sebut saja sosok-sosok hantu kecil yang ditayangkan, ada
tokoh Milo yang menjadi pemimpin dari hantu-hantu cilik lainnya, dialah yang
memberikan pengaruh kepada anak kecil lain untuk ikut dengannya menonton
rekaman pembunuhan sebelumnya. Memang sejatinya masih belum jelas apa motivasi
utama dari pembunuhan ini dan diangkatnya jiwa anak kecil tersebut oleh
Bughuul, secara pendek bisa dimaknai bahwa Bughuul ingin membangun sebuah
kerajaan.
Hal yang dilakukan oleh Bughuul
melalui Milo dan anak-anak lainnya ini sama halnya dengan program pembentukan
suksesor atau succession planning. Dalam cerita tidak dijelaskan
bagaimana Bughuul memulai proses pembelajaran kepada anak-anak terpilih. Namun,
sosok Milo yang memberikan serangkaian proses pembelajaran kepada anak-anak
lainnya (termasuk Zach dan Dylan) dalam bentuk film-film yang direkam sendiri.
Digambarkan bahwa anak-anak yang telah dirasuki pikirannya oleh Bughuul akan
merencakan aksinya untuk menghabisi seluruh keluarganya. Melalui “pelajaran”
inilah, anak-anak merealisasikan rencana aksinya. Uniknya, pelajaran tersebut
mereka simpan dengan baik dalam sebuah kotak berisi gulungan klise film yang
telah mereka rekam.
A half of knowledge is knowing where to find it - Anonymous
Di sinilah salah satu bentuk sederhana
dari Knowledge Management (KM) diterapkan, yakni dengan menyimpan dokumen inti
untuk nantinya dijadikan contoh pembelajaran oleh “kader” berikutnya. Nah, anak-anak ini seakan diberikan informasi yang
terus berantai dari satu anak kepada anak lainnya, bahwa gulungan film rekaman
sendiri tersebut ada di sebuah kotak yang tersimpan rapi, disertai pemberian
label nama dari setiap peristiwa. Tujuannya sederhana, supaya calon korban anak
lainnya mengetahui prosedur dan aksi yang dilakukan oleh anak-anak sebelumnya.
Di sini terlihat bahwa adanya sebuah proses yang terus berlangsung, seperti
tergambar dalam diagram berikut:
Gambar: Siklus Talent Management dalam film Sinister 2 |
Dari gambar di atas, terlihat bahwa
penerapan succession planning memang dibutuhkan untuk meneruskan rantai
kehidupan dari sebuah organisasi, tak pelaknya sebuah perusahaan. Bayangkan
jika dalam sebuah perusahaan tidak ada succession planning, maka masa
keberlangsungan bisnis bisa dihitung dalam waktu yang singkat. Hal ini
dikarenakan putusnya rantai pembelajaran dari orang-orang yang kompeten kepada
orang-orang yang berpotensi bisa meneruskan roda bisnis. Hal-hal yang penting
untuk diperhatikan adalah bagaimana perusahaan bisa mengakomodir pengetahuan
yang ada menjadi satu set KM yang bisa dengan mudah untuk diakses. Kemudian
juga perlu dipertimbangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karyawan,
dilanjutkan dengan penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi yang perlu
didampingi oleh orang yang tepat, sehingga akan memberikan hasil yang sesuai
dengan harapan perusahaan.
Memang ada ungkapan yang menyebutkan
bahwa jangan pernah melihat sesuatu dari tampak luarnya saja, dan pasti ada
sisi pembelajaran yang bisa dipetik dari sebuah kejadian. Tak terkecuali saat
menyaksikan film Sinister 2. Jadi, ungkapan yang pantas untuk Sinister 2: Don't judge the movie (only) by its scenes!
No comments:
Post a Comment