Pernahkah melihat anak-anak kecil yang
gemar melakukan hal-hal yang lucu? Itu biasa. Tapi apakah pernah melihat atau
menyaksikan anak sendiri meniru hal-hal yang dikerjakan orang dewasa? Entah
gemar memegang buku, gemar main masak-masakan bagi anak perempuan, atau bahkan
menirukan hal buruk semisal menirukan gaya merokok orang dewasa. Dalam konteks
bahasan tersebut, siapakah yang memegang peranan terbesar dalam pembentukan
kebiasaan yang dilakukan anak-anak? Tentu jawabannya adalah peran orang tua dan
juga peran lingkungan. Seperti yang diketahui, V. Campbell dan R. Obligasi
(1982) menyebutkan bahwa kedua hal tersebut masuk ke dalam 5 besar faktor yang memiliki
pengaruh besar terhadap pembentukan kebiasaan dan karakter anak.
Seperti pengalaman yang penulis alami,
banyak anak-anak kecil yang ada di kisaran usia 4-10 tahun yang menirukan apa
yang dikatakan oleh orang tua dan lingkungan. Menakjubkannya lagi, mereka
mengatakan hal-hal yang tidak sepatutnya mereka dengar dan mereka katakan. Ada
satu kejadian yang menjadi cermin bagi orang tua, saat salah satu anak kecil
ketika ditanya makna dari apa yang ia katakan, ia dengan polosnya berkata bahwa
ia hanya meniru apa yang orang dewasa lain ucapkan kepada anaknya tanpa
memahami makna dari kata-kata tersebut. Artinya, penanaman kebiasaan baik atau
buruk sudah dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh orang tua
dan lingkungan. Tinggal orang tua yang memilih, mau seperti apa anaknya kelak tumbuh
dan bagaimana proses menumbuhkannya?
Sama halnya dengan kejadian di atas,
karyawan yang ada di sebuah perusahaan, terutama karyawan baru, merupakan sosok
“anak” yang masih rentan akan budaya yang ada di sekelilingnya. Masih dengan
mudahnya dijejali dengan serangkaian kebiasaan kerja, masalah kerja, pencarian
solusi dan sebagainya. Hal-hal tersebut tentunya bisa dibentuk melalui
pergaulan dengan sesama rekan kerja, yang nantinya karyawan satu bisa belajar
dari karyawan lainnya.
Namun ada hal lain selain pergaulan
yang bisa mempengaruhi kualitas kerja dari seorang karyawan: budaya. Budaya di
sini dimaknakan seperti yang diungkapkan oleh Schein (2010) sebagai
asumsi-asumsi yang dianggap benar oleh karyawan di sebuah perusahaan yang
dijadikan sebagai standar ketika menghadapi sebuah kejadian. Budaya di sini
merupakan budaya yang ada dalam perusahaan yang mendasari setiap perilaku kerja
dan menjadi batasan dalam bertingkah laku ketika berada di dalam perusahaan.
Lalu bagaimana perusahaan bisa menanamkan budaya tersebut kepada karyawannya?
Gambar: Karyawan Mengikuti Program Induksi. (sumber: mediakalla.com) |
Ada beberapa jalan untuk melakukan
penanaman budaya atau lebih dikenal dengan istilah induksi yang diberikan kepada
karyawan dalam sebuah perusahaan. Sebelum menjawab dari pertanyaan tersebut, pertama
kali perlu dipaparkan sampai sejauh mana konteks induksi didefinisikan dan
dipahami. Induksi menurut Dessler (2003) adalah rancangan program untuk
mengenal pekerjaan dan perusahaan tempat bekerja yang diberikan untuk karyawan
baru. Tidak lain fungsi dari induksi adalah perkenalan karyawan dengan peran
dan kedudukan mereka di antara karyawan lain.
Ada beberapa bentuk program induksi
yang bisa diterapkan oleh perusahaan, bisa melalui program pelatihan
pasca-penempatan, atau bisa dilakukan seperti yang ada di maskapai nomor satu
di Indonesia, PT Garuda Indonesia Airlines (GIA). Di GIA sudah ada satu jabatan
yang mengelola budayanya yang akrab dikenal sebagai FLY-HI, yang merupakan
singkatan dari eFficient and effective, Loyalty, customer
centricitY, Honesty, dan Integrity. Dalam pengelolaan
budaya tersebut, GIA menggunakan beberapa metode untuk menanamkan budaya atau
induksi kepada karyawan baru dan juga kepada karyawan lama. Untuk karyawan
baru, GIA memberikan program pelatihan yang memperkenalkan FLY-HI, dengan
tujuan karyawan tersebut memahami cara kerja berbasis budaya untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan dan menaikkan citra perusahaan. Selain itu, GIA juga
menyelenggarakan kompetisi budaya yang dikemas dengan berbagai lomba yang
berkaitan dengan nilai-nilai terkadung dalam FLY-HI. Melalui cara ini, karyawan
baru dan karyawan lama akan bisa terus mengingat nilai-nilai budaya perusahaan
dan juga bisa melihat aplikasi nyata dari bentuk budaya tersebut. Selain itu
juga GIA memasang media cetak yang berisikan nilai-nilai budaya FLY-HI agar
bisa menjadi pengingat bagi setiap karyawan yang melihatnya.
Lalu bagaimana dengan perusahaan yang
tidak mendasari perilaku organisasinya dengan budaya? Perlukah dilaksanakan
induksi bagi karyawan? Jawabannya tentu sangat perlu. Meski secara tertulis
perusahaan tidak memiliki budaya, namun secara kasat mata perusahaan menunjukkan
budaya tertentu yang tergambar dari perilaku kerja karyawannya. Sebut saja di
salah satu perusahaan cat asal Jepang di Indonesia yang belum memiliki nilai
dan budaya perusahaan, perilaku organisasinya tidak berdasar pada nilai
tertentu, namun secara perlahan karyawan baru akan melihat budaya yang tertanam
melalui kebiasaan yang dilakukan oleh karyawannya saat melakukan pekerjaan.
Program induksi yang diberikan bisa
berbentuk pengenalan kerja, pengenalan tiap divisi perusahaan, dan yang penting
pengenalan visi dan misi perusahaan, supaya karyawan dalam perilaku kerjanya
sejalan dengan perusahaan dalam mencapai tujuan bersama. Dari situlah karyawan
akan dengan cepat saling belajar satu sama lain saat melakukan dan mengahadapi
masalah dalam pekerjaan. Induksi karyawan sejatinya bukan hanya menanamkan
budaya perusahaan, tapi secara mendasar untuk memberikan pemahaman kepada
karyawan baru untuk lebih kenal dengan sistem kerja yang ada di perusahaan,
yang ke depannya bisa membantu pencapaian tujuan besar perusahaan secara
efektif.
Secara sederhana, induksi karyawan dilakukan
seperti halnya mendidik pola tumbuh kembang anak. Ibarat mengisi kolam yang
kosong dengan air dan ikan, maka dengan cepat ikan akan berenang dari satu sisi
ke sisi lain untuk beradaptasi dan mengenali lingkungan seisi kolam. Perusahaan
harus mampu mewadahi karyawannya baik yang baru ataupun yang lama untuk terus
bisa memahami perusahaan secara menyeluruh dan menjadi saksi tumbuh besarnya
perusahaan bersama karyawan yang berbudaya.
No comments:
Post a Comment