R.A. Kartini* adalah wanita yang berhasil mengedepankan emansipasi wanita dalam kumpulan karyanya yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Namun tahukah kalian, khususnya para wanita? R.A. Kartini membuat surat-surat tulisannya tersebut bukan hanya sekedar tulisan curahan hati melawan tirani, namun belliau membuat kumpulan karnyanya tersebut karena berasaskan salah satu dari dua pedoman sejati ummat Islam : Al-Quran.
Siapa tak kenal R.A. Kartini? Apalagi di mata para wanita Indonesia.
Ya, R.A. Kartini adalah salah satu pahlawan Indonesia, yang sering diperbincangkan dalam pelajaran sejarah perjuangan Indonesia. Meskipun beliau tidak bertumpah darah melawan penjajah, seperti yang dilakukan oleh pahlawan wanita seperti Cut Nyak Dien ataupun Cut Meutia. Namun beliau lebih memilih berjuang melawan ketidakadilan yang bukan hanya datang dari para penjajah saat itu, namun juga melawan ketidakadilan yang datang dari bangsanya sendiri yang masih mendeskriminasikan eksistensi dan peranan wanita terhadap sebuah perubahan.
Ya, R.A. Kartini adalah salah satu pahlawan Indonesia, yang sering diperbincangkan dalam pelajaran sejarah perjuangan Indonesia. Meskipun beliau tidak bertumpah darah melawan penjajah, seperti yang dilakukan oleh pahlawan wanita seperti Cut Nyak Dien ataupun Cut Meutia. Namun beliau lebih memilih berjuang melawan ketidakadilan yang bukan hanya datang dari para penjajah saat itu, namun juga melawan ketidakadilan yang datang dari bangsanya sendiri yang masih mendeskriminasikan eksistensi dan peranan wanita terhadap sebuah perubahan.
Kumpulan surat Kartini yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang" tersebut memang terinsipirasi dari isi Al-Quran, tepatnya surat Al-Baqarah ayat 257, yang artinya "Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya". Istilah "dari gelap menuju cahaya" atau dalam bahasa Arab disebut minazhzhulumaati ilaannuur memang memiliki makna yang dalam. Mengisyaratkan bahwa sejatinya manusia berawal dari kehidupan yang gelap, gelap dalam arti sesungguhnya saat ia berada di dalam rahim, dan gelap dalam hal berpikir, artinya manusia lahir dalam keadaan tidak tahu apa-apa tentang kehidupan dunia. Sangat merepresentasikan keadaan bangsa Indonesia yang saat itu masih "malu-malu" untuk bangkit dari kegelapan, kegelapan yang diciptakan oleh diri mereka sendiri dan kegelapan yang diciptakan oleh para penjajah. Khususnya kepada para wanita, yang pada saat itu masih hidup dalam "kegelapan", wanita tidak bisa melihat sebuah cahaya kemenangan atas peranannya sebagai wanita, untuk dirinya dan untuk keluarganya.
Untuk itulah R.A. Kartini mengumpulkan tulisan-tulisan perjuangannya dalam karya tersebut, yang notabene berdasarkan apa yang telah termaktub dalam Al-Quran tersebut, yang memang adalah ayat 257 Al-Baqarah tersebut merupakan ayat favoritnya. Tak heran ayat tersebut menjadi referensi penulisan curahan hatinya itu.
Namun, pada saat itu bangsa Indonesia, termasuk Kartini tidak hanya merasa "gelap" atas semua yang diakibatkan oleh penjajah, namun juga dalam hal pengetahuan agama, bahkan pemahaman Al-Quran. Pada zaman Kartini hidup, beliau dan kebanyakan orang belum mengerti betul apa yang disampaikan Allah dalam Al-Quran, karena memang Al-Quran tertulis dalam bahasa Arab, sedangkan bangsa Indonesia, khususnya Kartini dan sekitarnya sama sekali tidak mengerti makna dari bahasa Arab dalam Al-Quran, mereka hanya mengerti bahasa Jawa.
Kartini pun berguru pada seorang Islam priyayi santri bernama Kiai Sholeh Darat** yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Sebelum ia terinspirasi dari ayat 257 tersebut, beliau sebelumnya meminta kepada Kiai Sholeh Darat untuk menerjemahkan Al-Quran yang tertulis dalam bahasa Arab, menjadi Al-Quran dalam bahasa Jawa, namun tertulis dalam aksara pegon atau arab gundul. Penggunaan aksara pegon tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan karena pada masa penjajahan Belanda, penjajah melarang segala bentuk kegiatan penerjemahan Al-Quran karena takut bangsa Indonesia, khususnya ummat Islam menjadi pintar dan memberontak tirani. Sehingga dengan penerjemahan dengan aksara pegon mengakibatkan penjajah tidak mencurigai penerjemahan tersebut, karena aksara pegon tak ubahnya adalah aksara Arab, namun tanpa harakat atau syakkal. Aksara pegon tersebut bertuliskan pelafalan Jawa dalam tulisan arab tanpa harakat, sehingga Kartini dan ummat Islam Jawa mengerti apa yang termaksud dalam Al-Quran. Selang beberapa waktu, Al-Quran terjemahan aksara pegon tersebut dihadiahkan kepada Kartini sebagai hadiah pernikahannya dengan Bupati Rembang pada saat itu, R.M. Joyodiningrat.
Berikutlah, sedikit cerita tentang bagaimana R.A. Kartini terinspirasi dari Al-Quran tentang minazhzhulumaati ilaannuur, yang beliau alami sendiri, dari keadaan tidak mengerti maksud dalam Al-Quran menjadi mengerti setelah diterjemahkan ke dalam bahasanya sendiri. Mungkin jika Kartini tidak berguru pada Kiai Sholeh Darat, bisa jadi sampai saat ini bangsa Indonesia, khususnya wanita tidak mengenal istilah "Habis Gelap Terbitlah Terang"
Semoga kisah yang dialami oleh Kartini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, bukan hanya wanita, dalam kegigihan mencari sebuah keberaran dan keadilan. Beliau berjuang melalui apa yang ia mampu lakukan, dengan belajar dan menulis untuk memberikan secercah cahaya bagi nyawa-nyawa yang tersesat dalam kegelapan yang gulita. Dan juga sebagai pembelajaran bahwa memang sejatinya sumber dari segala ilmu pengetahuan adalah dari Al-Quran.
*Sedikit ulasan dari Novel "Sang Pencerah" karya Akmal Nasery Basral halaman 130.
**Kiai Sholeh Darat merupakan guru Kartini yang juga merupakan guru dari Muhammad Darwis atau yang kini lebih dikenal sebagai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Saat itu Ahmad Dahlan sedang dalam perjalanan pertama menuju Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji untuk memperdalam ilmu agamanya dalam memberantas tirani kesesatan atau penyimpangan ajaran Islam di wilayah tempat ia tumbuh besar, Kauman, Yogyakarta. Beliau memperdalam pengetahuan agamanya sesaat setelah ia diperkenalkan dengan Siti Walidah, yang sampai akhir hayatnya adalah sosok istri dari Ahmad Dahlan.
***Sumber gambar : COLLECTIE TROPEN MUSEUM Portret van Raden Ajeng Kartini yang diunduh dari Wikipedia Bahasa Indonesia.